Menu Bar

Alamat : PERUM METRO GRAHA UB 22 JOMBANG - JAWA TIMUR ( Melayani Home Care - Perawatan Luka Modern )

12/12/2009

ASUHAN KEPERAWATAN VERTIGO


VERTIGO

A.    Pengertian
Perkataan vertigo berasal dari bahasa Yunani vertere yang artinya memutar. Pengertian vertigo adalah : sensasi gerakan atau rasa gerak dari tubuh atau lingkungan sekitarnya, dapat disertai gejala lain, terutama dari jaringan otonomik akibat gangguan alat keseimbangan tubuh Vertigo mungkin bukan hanya terdiri dari satu gejala pusing saja, melainkan kumpulan gejala atau sindrom yang terdiri dari gejala somatik (nistagmus, unstable), otonomik (pucat, peluh dingin, mual, muntah) dan pusing. Dari (http://www.kalbefarma.com).


B.    Etiologi
Menurut (Burton, 1990 : 170) yaitu :
a.    Lesi vestibular
-    Fisiologik
-    Labirinitis
-    Menière
-    Obat ; misalnya quinine, salisilat.
-    Otitis media
-     “Motion sickness”
-     “Benign post-traumatic positional vertigo”
b.    Lesi saraf vestibularis
-    Neuroma akustik
-    Obat ; misalnya streptomycin
-    Neuronitis vestibular
c.    Lesi batang otak, serebelum atau lobus temporal
-    Infark atau perdarahan pons
-    Insufisiensi vertebro-basilar
-    Migraine arteri basilaris
-    Sklerosi diseminata
-    Tumor
-    Siringobulbia
-    Epilepsy lobus temporal
Menurut (http://www.kalbefarma.com)
1.    Penyakit Sistem Vestibuler Perifer :
a.    Telinga bagian luar : serumen, benda asing.
b.    Telinga bagian tengah: retraksi membran timpani, otitis media purulenta akuta, otitis media dengan efusi, labirintitis, kolesteatoma, rudapaksa dengan perdarahan.
c.    Telinga bagian dalam: labirintitis akuta toksika, trauma, serangan vaskular, alergi, hidrops labirin (morbus Meniere ), mabuk gerakan, vertigo postural.
d.    Nervus VIII. : infeksi, trauma, tumor.
e.    Inti
Vestibularis: infeksi, trauma, perdarahan, trombosis arteria serebeli posterior inferior, tumor, sklerosis multipleks.
2.    Penyakit SSP :
a.    Hipoksia Iskemia otak. : Hipertensi kronis, arterios-klerosis, anemia, hipertensi kardiovaskular, fibrilasi atrium paroksismal, stenosis dan insufisiensi aorta, sindrom sinus karotis, sinkop, hipotensi ortostatik, blok jantung.
b.    Infeksi : meningitis, ensefalitis, abses, lues.
c.    Trauma kepala/ labirin.
d.    Tumor.
e.    Migren.
f.    Epilepsi.
3.    Kelainan endokrin: hipotiroid, hipoglikemi, hipoparatiroid, tumor medula adrenal, keadaan menstruasi-hamil-menopause.
4.     Kelainan psikiatrik: depresi, neurosa cemas, sindrom hiperventilasi, fobia.
5.    Kelainan mata: kelainan proprioseptik.
6.     Intoksikasi.


C.     Patofisiologi
Vertigo timbul jika terdapat ketidakcocokan informasi aferen yang disampaikan ke pusat kesadaran. Susunan aferen yang terpenting dalam sistem ini adalah susunan vestibuler atau keseimbangan, yang secara terus menerus menyampaikan impulsnya ke pusat keseimbangan. Susunan lain yang berperan ialah sistem optik dan pro-prioseptik, jaras-jaras yang menghubungkan nuklei vestibularis dengan nuklei N. III, IV dan VI, susunan vestibuloretikularis, dan vestibulospinalis.
Informasi yang berguna untuk keseimbangan tubuh akan ditangkap oleh reseptor vestibuler, visual, dan proprioseptik; reseptor vestibuler memberikan kontribusi paling besar, yaitu lebih dari 50 % disusul kemudian reseptor visual dan yang paling kecil kontribusinya adalah proprioseptik.
Dalam kondisi fisiologis/normal, informasi yang tiba di pusat integrasi alat keseimbangan tubuh berasal dari reseptor vestibuler, visual dan proprioseptik kanan dan kiri akan diperbandingkan, jika semuanya dalam keadaan sinkron dan wajar, akan diproses lebih lanjut. Respons yang muncul berupa penyesuaian otot-otot mata dan penggerak tubuh dalam keadaan bergerak. Di samping itu orang menyadari posisi kepala dan tubuhnya terhadap lingkungan sekitar. Jika fungsi alat keseimbangan tubuh di perifer atau sentral dalam kondisi tidak normal/ tidak fisiologis, atau ada rangsang gerakan yang aneh atau berlebihan, maka proses pengolahan informasi akan terganggu, akibatnya muncul gejala vertigo dan gejala otonom; di samping itu, respons penyesuaian otot menjadi tidak adekuat sehingga muncul gerakan abnormal yang dapat berupa nistagmus, unsteadiness, ataksia saat berdiri/ berjalan dan gejala lainnya (http://www.kalbefarma.com).



D.    Klasifikasi Vertigo
Berdasarkan gejala klinisnya, vertigo dapat dibagi atas beberapa kelompok :
1.    Vertigo paroksismal
Yaitu vertigo yang serangannya datang mendadak, berlangsung beberapa menit atau hari, kemudian menghilang sempurna; tetapi suatu ketika serangan tersebut dapat muncul lagi. Di antara serangan, penderita sama sekali bebas keluhan. Vertigo jenis ini dibedakan menjadi :
a.    Yang disertai keluhan telinga :
Termasuk kelompok ini adalah : Morbus Meniere, Arakhnoiditis pontoserebelaris, Sindrom Lermoyes, Sindrom Cogan, tumor fossa cranii posterior, kelainan gigi/ odontogen.
b.    Yang tanpa disertai keluhan telinga; termasuk di sini adalah : Serangan iskemi sepintas arteria vertebrobasilaris, Epilepsi, Migren ekuivalen, Vertigo pada anak (Vertigo de L'enfance), Labirin picu (trigger labyrinth).
c.    Yang timbulnya dipengaruhi oleh perubahan posisi, termasuk di sini adalah : Vertigo posisional paroksismal laten, Vertigo posisional paroksismal benigna.
2.    Vertigo kronis
Yaitu vertigo yang menetap, keluhannya konstan tanpa (Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 2004: 47) serangan akut, dibedakan menjadi:
a.    Yang disertai keluhan telinga : Otitis media kronika, meningitis Tb, labirintitis kronis, Lues serebri, lesi labirin akibat bahan ototoksik, tumor serebelopontin.
b.    Tanpa keluhan telinga : Kontusio serebri, ensefalitis pontis, sindrom pasca komosio, pelagra, siringobulbi, hipoglikemi, sklerosis multipel, kelainan okuler, intoksikasi obat, kelainan psikis, kelainan kardiovaskuler, kelainan endokrin.
c.    Vertigo yang dipengaruhi posisi : Hipotensi ortostatik, Vertigo servikalis.
3.    Vertigo yang serangannya mendadak/akut, kemudian berangsur-angsur mengurang, dibedakan menjadi :
1.    Disertai keluhan telinga : Trauma labirin, herpes zoster otikus, labirintitis akuta, perdarahan labirin, neuritis n.VIII, cedera pada auditiva interna/arteria vestibulokoklearis.
2.    Tanpa keluhan telinga : Neuronitis vestibularis, sindrom arteria vestibularis anterior, ensefalitis vestibularis, vertigo epidemika, sklerosis multipleks, hematobulbi, sumbatan arteria serebeli inferior posterior.
Ada pula yang membagi vertigo menjadi :
1.    Vertigo Vestibuler: akibat kelainan sistem vestibuler.
2.    Vertigo Non Vestibuler: akibat kelainan sistem somatosensorik dan visual.


D.    Manifestasi klinik
Perasaan berputar yang kadang-kadang disertai gejala sehubungan dengan reak dan lembab yaitu mual, muntah, rasa kepala berat, nafsu makan turun, lelah, lidah pucat dengan selaput putih lengket, nadi lemah, puyeng (dizziness), nyeri kepala, penglihatan kabur, tinitus, mulut pahit, mata merah, mudah tersinggung, gelisah, lidah merah dengan selaput tipis.


E.    Pemerikasaan Penunjang
1.    Pemeriksaan fisik :
-    Pemeriksaan mata
-    Pemeriksaan alat keseimbangan tubuh
-    Pemeriksaan neurologik
-    Pemeriksaan otologik
-    Pemeriksaan fisik umum.
2.    Pemeriksaan khusus :
-    ENG
-    Audiometri dan BAEP
-    Psikiatrik
3.     Pemeriksaan tambahan :
-    Laboratorium
-    Radiologik dan Imaging
-    EEG, EMG, dan EKG.


F.    Penatalaksanaan medis.
Terapi menurut (Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 2004: 48) :
Terdiri dari :
1.    Terapi kausal
2.    Terapi simtomatik
3.    Terapi rehabilitatif



ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN VERTIGO


A.    Pengkajian
a.    Aktivitas / Istirahat
•     Letih, lemah, malaise
•     Keterbatasan gerak
•     Ketegangan mata, kesulitan membaca
•     Insomnia, bangun pada pagi hari dengan disertai nyeri kepala
•     Sakit kepala yang hebat saat perubahan postur tubuh, aktivitas (kerja) atau karena perubahan cuaca.
b.    Sirkulasi
•     Riwayat hypertensi
•     Denyutan vaskuler, misal daerah temporal
•     Pucat, wajah tampak kemerahan.
c.    Integritas Ego
•     Faktor-faktor stress emosional/lingkungan tertentu
•     Perubahan ketidakmampuan, keputusasaan, ketidakberdayaan depresi
•     Kekhawatiran, ansietas, peka rangsangan selama sakit kepala
•     Mekanisme refresif/dekensif (sakit kepala kronik)
d.    Makanan dan cairan
•    Makanan yang tinggi vasorektiknya misalnya kafein, coklat, bawang, keju, alkohol, anggur, daging, tomat, makan berlemak, jeruk, saus, hotdog, MSG (pada migrain).
•     Mual/muntah, anoreksia (selama nyeri)
•     Penurunan berat badan
e.    Neurosensoris
•    Pening, disorientasi (selama sakit kepala)
•     Riwayat kejang, cedera kepala yang baru terjadi, trauma, stroke.
•     Aura ; fasialis, olfaktorius, tinitus.
•     Perubahan visual, sensitif terhadap cahaya/suara yang keras, epitaksis.
•     Parastesia, kelemahan progresif/paralysis satu sisi tempore
•     Perubahan pada pola bicara/pola pikir
•     Mudah terangsang, peka terhadap stimulus.
•     Penurunan refleks tendon dalam
•     Papiledema.
f.     Nyeri/ kenyamanan
•    Karakteristik nyeri tergantung pada jenis sakit kepala, misal migrain, ketegangan otot, cluster, tumor otak, pascatrauma, sinusitis.
•     Nyeri, kemerahan, pucat pada daerah wajah
•     Fokus menyempit
•     Fokus pada diri sndiri
•     Respon emosional / perilaku tak terarah seperti menangis, gelisah.
•     Otot-otot daerah leher juga menegang, frigiditas vokal.
g.     Keamanan
•    Riwayat alergi atau reaksi alergi
•     Demam (sakit kepala)
•     Gangguan cara berjalan, parastesia, paralisis
•     Drainase nasal purulent (sakit kepala pada gangguan sinus)
h.    Interaksi sosial
•    Perubahan dalam tanggung jawab/peran interaksi sosial yang berhubungan dengan penyakit.
i.    Penyuluhan / pembelajaran
•     Riwayat hypertensi, migrain, stroke, penyakit pada keluarga
•     Penggunaan alcohol/obat lain termasuk kafein. Kontrasepsi oral/hormone, menopause.



B.    Diagnosa Keperawatan (Doengoes, 1999:2021)
1.    Nyeri (akut/kronis) berhubungan dengan stress dan ketegangan, iritasi/ tekanan syaraf, vasospressor, peningkatan intrakranial ditandai dengan menyatakan nyeri yang dipengaruhi oleh faktor misal, perubahan posisi, perubahan pola tidur, gelisah.
2.    Koping individual tak efektif berhubungan dengan ketidak-adekuatan relaksasi, metode koping tidak adekuat, kelebihan beban kerja.
3.    Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan keterbatasan kognitif, tidak mengenal informasi dan kurang mengingat ditandai oleh memintanya informasi, ketidak-adekuatannya mengikuti instruksi.


C.    Intervensi
    Diagnosa Keperawatan 1. :
Nyeri (akut/kronis) berhubungan dengan stress dan ketegangan, iritasi/ tekanan syaraf, vasospasme, peningkatan intrakranial ditandai dengan menyatakan nyeri yang dipengaruhi oleh faktor misal, perubahan posisi, perubahan pola tidur, gelisah.
Tujuan : Nyeri hilang atau berkurang
Kriteria hasil :
-    klien mengungkapkan rasa nyeri berkurang
-    tanda-tanda vital normal
-    pasien tampak tenang dan rileks
Intervensi :
-    Pantau tanda-tanda vital, intensitas/skala nyeri
Rasional : Mengenal dan memudahkan dalam melakukan tindakan keperawatan.
-    Anjurkan klien istirahat ditempat tidur
    Rasional : istirahat untuk mengurangi intesitas nyeri
-    Atur posisi pasien senyaman mungkin
Rasional : posisi yang tepat mengurangi penekanan dan mencegah ketegangan otot serta mengurangi nyeri.
-    Ajarkan teknik relaksasi dan napas dalam
Rasional : relaksasi mengurangi ketegangan dan membuat perasaan lebih nyaman
-    Kolaborasi untuk pemberian analgetik.
Rasional : analgetik berguna untuk mengurangi nyeri sehingga pasien menjadi lebih nyaman.

    Diagnosa Keperawatan 2. :
Koping individual tak efektif berhubungan dengan ketidak-adekuatan relaksasi, metode koping tidak adekuat, kelebihan beban kerja.
Tujuan : koping individu menjadi lebih adekuat
Kriteria Hasil :
-     mengidentifikasi prilaku yang tidak efektif
-     mengungkapkan kesadaran tentang kemampuan koping yang di miliki
-     megkaji situasi saat ini yang akurat
-     menunjukkan perubahan gaya hidup yang diperlukan atau situasi yang tepat.
Intervensi :
-    Kaji kapasitas fisiologis yang bersifat umum.
Rasional : Mengenal sejauh dan mengidentifikasi penyimpangan fungsi fisiologis tubuh dan memudahkan dalam melakukan tindakan keperawatan
-    Sarankan klien untuk mengekspresikan perasaannya.
Rasional : klien akan merasakan kelegaan setelah mengungkapkan segala perasaannya dan menjadi lebih tenang
-    Berikan informasi mengenai penyebab sakit kepala, penenangan dan hasil yang diharapkan.
Rasional : agar klien mengetahui kondisi dan pengobatan yang diterimanya, dan memberikan klien harapan dan semangat untuk pulih.
-    Dekati pasien dengan ramah dan penuh perhatian, ambil keuntungan dari kegiatan yang dapat diajarkan.
    Rasional : membuat klien merasa lebih berarti dan dihargai.

Diagnosa Keperawatan 3. :
Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan keterbatasan kognitif, tidak mengenal informasi dan kurang mengingat ditandai oleh memintanya informasi, ketidak-adekuatannya mengikuti instruksi.
Tujuan : pasien mengutarakan pemahaman tentang kondisi, efek prosedur dan proses pengobatan.
Kriteria Hasil :
-    melakukan prosedur yang diperlukan dan menjelaskan alasan dari suatu tindakan.
-     memulai perubahan gaya hidup yang diperlukan dan ikut serta dalam regimen perawatan.
Intervensi :
-    Kaji tingkat pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakitnya.
Rasional : megetahui seberapa jauh pengalaman dan pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakitnya.
-    Berikan penjelasan pada klien tentang penyakitnya dan kondisinya sekarang.
Rasional : dengan mengetahui penyakit dan kondisinya sekarang, klien dan keluarganya akan merasa tenang dan mengurangi rasa cemas.
-    Diskusikan penyebab individual dari sakit kepala bila diketahui.
Rasional : untuk mengurangi kecemasan klien serta menambah pengetahuan klien tetang penyakitnya.
-    Minta klien dan keluarga mengulangi kembali tentang materi yang telah diberikan.
Rasional : mengetahui seberapa jauh pemahaman klien dan keluarga serta menilai keberhasilan dari tindakan yang dilakukan.
-    Diskusikan mengenai pentingnya posisi atau letak tubuh yang normal
    Rasional : agar klien mampu melakukan dan merubah posisi/letak tubuh yang kurang baik.
-    Anjurkan pasien untuk selalu memperhatikan sakit kepala yang dialaminya dan faktor-faktor yang berhubungan.
Rasional : dengan memperhatikan faktor yang berhubungan klien dapat mengurangi sakit kepala sendiri dengan tindakan sederhana, seperti berbaring, beristirahat pada saat serangan.

C.    Evaluasi
Evaluasi adalah perbandingan yang sistemik atau terencana tentang kesehatan pasien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara berkesinambungan, dengan melibatkan pasien, keluarga dan tenaga kesehatan lainnya. (Carpenito, 1999:28)
    Tujuan Pemulangan pada vertigo adalah :
a.    Nyeri dapat dihilangkan atau diatasi.
b.    Perubahan gaya hidup atau perilaku untuk mengontrol atau mencegah kekambuhan.
c.    Memahami kebutuhan atau kondisi proses penyakit dan kebutuhan terapeutik.



DAFTAR PUSTAKA


1. Lynda Juall carpernito, Rencana Asuhan keperawatan dan dokumentasi keperawatan, Diagnosis Keperawatan dan Masalah Kolaboratif, ed. 2, EGC, Jakarta, 1999.
2. Marilynn E. Doenges, Rencana Asuhan Keperawatan pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian pasien, ed.3, EGC, Jakarta, 1999.
3. http://www.kalbefarma.com/files/cdk/files/14415 Terapi Akupunktur untuk Vertigo.pdf/144_15TerapiAkupunkturuntukVertigo.html

Asuhan Keperawatan Strok Non Hemoragik

Asuhan Keperawatan Strok Non Hemoragik

A. Pengertian
Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak sering ini adalah kulminasi penyakit serebrovaskuler selama beberapa tahun. (Smeltzer C. Suzanne, 2002 dalam ekspresiku-blogspot 2008).
Gangguan peredaran darah diotak (GPDO) atau dikenal dengan CVA ( Cerebro Vaskuar Accident) adalah gangguan fungsi syaraf yang disebabkan oleh gangguan aliran darah dalam otak yang dapat timbul secara mendadak ( dalam beberapa detik) atau secara cepat ( dalam beberapa jam ) dengan gejala atau tanda yang sesuai dengan daerah yang terganggu.(Harsono, 1996).
Stroke adalah manifestasi klinik dari gangguan fungsi serebral, baik fokal maupun menyeluruh (global), yang berlangsung dengan cepat, berlangsung lebih dari 24 jam, atau berakhir dengan maut, tanpa ditemukannya penyebab selain daripada gangguan vascular.

B. Etiologi

Penyebab-penyebabnya antara lain:
1.    Trombosis (bekuan cairan di dalam pembuluh darah otak).
2.    Embolisme cerebral (bekuan darah atau material lain).
3.    Iskemia (Penurunan aliran darah ke area otak).(Smeltzer C. Suzanne, 2002).

C. Faktor resiko pada stroke
1.    Hipertensi
2.    Penyakit kardiovaskuler: arteria koronaria, gagal jantung kongestif, fibrilasi atrium, penyakit jantung kongestif)
3.    Kolesterol tinggi
4.    Obesitas
5.    Peningkatan hematokrit ( resiko infark serebral)
6.    Diabetes Melitus (berkaitan dengan aterogenesis terakselerasi)
7.    Kontrasepasi oral( khususnya dengan disertai hipertensi, merkok, dan kadar estrogen tinggi)
8.    Penyalahgunaan obat ( kokain)
9.    Konsumsi alkohol (Smeltzer C. Suzanne, 2002, hal 2131).

D. Manifestasi Klinis
Gejala - gejala CVA muncul akibat daerah tertentu tak berfungsi yang disebabkan oleh terganggunya aliran darah ke tempat tersebut. Gejala itu muncul bervariasi, bergantung bagian otak yang terganggu.
Gejala-gejala itu antara lain bersifat::
1.    Sementara Timbul hanya sebentar selama beberapa menit sampai beberapa jam dan hilang sendiri dengan atau tanpa pengobatan. Hal ini disebut Transient ischemic attack (TIA). Serangan bisa muncul lagi dalam wujud sama, memperberat atau malah menetap.
2.    Sementara,namun lebih dari 24 jam, Gejala timbul lebih dari 24 jam dan ini dissebut reversible ischemic neurologic defisit (RIND).
3.    Gejala makin lama makin berat (progresif) Hal ini desebabkan gangguan aliran darah makin lama makin berat yang disebut progressing stroke atau stroke inevolution.
4.    Sudah menetap/permanen (Harsono,1996, hal 67).

E. Pemeriksaan Penunjang
1.    CT Scan Memperlihatkan adanya edema , hematoma, iskemia dan adanya infark.
2.    Angiografi serebral membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti perdarahan atau obstruksi arteri.
3.    Pungsi Lumbal
o    Menunjukan adanya tekanan normal.
o    Tekanan meningkat dan cairan yang mengandung darah menunjukan adanya perdarahan.
4.    MRI : Menunjukan daerah yang mengalami infark, hemoragik.
5.    Ultrasonografi Dopler : Mengidentifikasi penyakit arteriovena.
6.    Sinar X Tengkorak : Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal.(DoengesE, Marilynn,2000).

G. Penatalaksanaan
1.    Diuretika : untuk menurunkan edema serebral.
2.    Anti koagulan: Mencegah memberatnya trombosis dan embolisasi. (Smeltzer C. Suzanne, 2002, hal 2131).


Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Stok Non Hemoragic (SNH)



A. Pengkajian
1.    Pengkajian Primer
o    Airway.
Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan sekret akibat kelemahan reflek batuk.
o    Breathing.
Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas, timbulnya pernapasan yang sulit dan / atau tak teratur, suara nafas terdengar ronchi /aspirasi.
o    Circulation.
TD dapat normal atau meningkat , hipotensi terjadi pada tahap lanjut, takikardi, bunyi jantung normal pada tahap dini, disritmia, kulit dan membran mukosa pucat, dingin, sianosis pada tahap lanjut.

2.    Pengkajian Sekunder
o    Aktivitas dan istirahat.
Data Subyektif:
§    kesulitan dalam beraktivitas ; kelemahan, kehilangan sensasi atau paralysis.
§    Mudah lelah, kesulitan istirahat (nyeri atau kejang otot).
Data obyektif:
§    Perubahan tingkat kesadaran.
§    Perubahan tonus otot ( flaksid atau spastic), paraliysis (hemiplegia), kelemahan umum.
§    Gangguan penglihatan.

o    Sirkulasi
Data Subyektif:
§    Riwayat penyakit jantung (penyakit katup jantung, disritmia, gagal jantung , endokarditis bacterial), polisitemia.
Data obyektif:
§    Hipertensi arterial
§    Disritmia, perubahan EKG
§    Pulsasi : kemungkinan bervariasi
§    Denyut karotis, femoral dan arteri iliaka atau aorta abdominal.

o    Integritas ego
Data Subyektif:
§    Perasaan tidak berdaya, hilang harapan.
Data obyektif:
§    Emosi yang labil dan marah yang tidak tepat, kesediahan , kegembiraan.
§    Kesulitan berekspresi diri.

o    Eliminasi
Data Subyektif:
§    Inkontinensia, anuria
§    Distensi abdomen (kandung kemih sangat penuh), tidak adanya suara usus(ileus paralitik)

o    Makan/ minum
Data Subyektif:
§    Nafsu makan hilang.
§    Nausea / vomitus menandakan adanya PTIK.
§    Kehilangan sensasi lidah , pipi , tenggorokan, disfagia.
§    Riwayat DM, Peningkatan lemak dalam darah.

Data obyektif:
§    Problem dalam mengunyah (menurunnya reflek palatum dan faring)
§    Obesitas (faktor resiko).

o    Sensori Neural
Data Subyektif:
§    Pusing / syncope (sebelum CVA / sementara selama TIA).
§    Nyeri kepala : pada perdarahan intra serebral atau perdarahan sub arachnoid.
§    Kelemahan, kesemutan/kebas, sisi yang terkena terlihat seperti lumpuh/mati.
§    Penglihatan berkurang.
§    Sentuhan : kehilangan sensor pada sisi kolateral pada ekstremitas dan pada muka ipsilateral (sisi yang sama).
§    Gangguan rasa pengecapan dan penciuman.

Data obyektif:
§    Status mental : koma biasanya menandai stadium perdarahan, gangguan tingkah laku (seperti: letergi, apatis, menyerang) dan gangguan fungsi kognitif.
§    Ekstremitas : kelemahan / paraliysis (kontralateral) pada semua jenis stroke, genggaman tangan tidak imbang, berkurangnya reflek tendon dalam (kontralateral).
§    Wajah: paralisis / parese (ipsilateral).
§    Afasia (kerusakan atau kehilangan fungsi bahasa), kemungkinan ekspresif/ kesulitan berkata kata, reseptif / kesulitan berkata kata komprehensif, global / kombinasi dari keduanya.
§    Kehilangan kemampuan mengenal atau melihat, pendengaran, stimuli taktil.
§    Apraksia : kehilangan kemampuan menggunakan motorik.
§    Reaksi dan ukuran pupil : tidak sama dilatasi dan tak bereaksi pada sisi ipsi lateral.

o    Nyeri / kenyamanan
Data Subyektif:
§    Sakit kepala yang bervariasi intensitasnya.

Data obyektif:
§    Tingkah laku yang tidak stabil, gelisah, ketegangan otot / fasial.

o    Respirasi
Data Subyektif:
§    Perokok (factor resiko).

o    Keamanan
Data obyektif:
§    Motorik/sensorik : masalah dengan penglihatan.
§    Perubahan persepsi terhadap tubuh, kesulitan untuk melihat objek, hilang kewasadaan terhadap bagian tubuh yang sakit.
§    Tidak mampu mengenali objek, warna, kata, dan wajah yang pernah dikenali.
§    Gangguan berespon terhadap panas, dan dingin/gangguan regulasi suhu tubuh.
§    Gangguan dalam memutuskan, perhatian sedikit terhadap keamanan, berkurang kesadaran diri.

o    Interaksi social
Data obyektif:
§    Problem berbicara, ketidakmampuan berkomunikasi.
(Doenges E, Marilynn,2000).

B. Diagnosa Keperawatan
1.    Perubahan perfusi jaringan serebral b.d terputusnya aliran darah : penyakit oklusi, perdarahan, spasme pembuluh darah serebral, edema serebral.
2.    Kerusakan mobilitas fisik b.d keterlibatan neuromuskuler, kelemahan, parestesia, flaksid/ paralysis hipotonik, paralysis spastis. Kerusakan perceptual / kognitif.
3.    Pola nafas tak efektif berhubungan dengan adanya depresan pusat pernapasan.

C. Intervensi
Diagnosa Keperawatan 1. :
Perubahan perfusi jaringan serebral b.d terputusnya aliran darah : penyakit oklusi, perdarahan, spasme pembuluh darah serebral, edema serebral.
Kriteria Hasil :
o    Terpelihara dan meningkatnya tingkat kesadaran, kognisi dan fungsi sensori / motor.
o    Menampakan stabilisasi tanda vital dan tidak ada PTIK.
o    Peran pasien menampakan tidak adanya kemunduran / kekambuhan.
Intervensi :
Independen
o    Tentukan factor factor yang berhubungan dengan situasi individu/ penyebab koma / penurunan perfusi serebral dan potensial PTIK.
o    Monitor dan catat status neurologist secara teratur.
o    Monitor tanda tanda vital.
o    Evaluasi pupil (ukuran bentuk kesamaan dan reaksi terhadap cahaya).
o    Bantu untuk mengubah pandangan , misalnay pandangan kabur, perubahan lapang pandang / persepsi lapang pandang.
o    Bantu meningkatakan fungsi, termasuk bicara jika pasien mengalami gangguan fungsi.
o    Kepala dielevasikan perlahan lahan pada posisi netral.
o    Pertahankan tirah baring , sediakan lingkungan yang tenang , atur kunjungan sesuai indikasi.
o    Berikan suplemen oksigen sesuai indikasi.
o    Berikan medikasi sesuai indikasi :
§    Antifibrolitik, misal aminocaproic acid (amicar).
§    Antihipertensi.
§    Vasodilator perifer, missal cyclandelate, isoxsuprine.
§    Manitol.

Diagnosa Keperawatan 2. :
Ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d kerusakan batuk, ketidakmampuan mengatasi lendir.
Kriteria Hasil:
o    Pasien memperlihatkan kepatenan jalan napas.
o    Ekspansi dada simetris.
o    Bunyi napas bersih saat auskultasi.
o    Tidak terdapat tanda distress pernapasan.
o    GDA dan tanda vital dalam batas normal.
Intervensi:
o    Kaji dan pantau pernapasan, reflek batuk dan sekresi.
o    Posisikan tubuh dan kepala untuk menghindari obstruksi jalan napas dan memberikan pengeluaran sekresi yang optimal.
o    Penghisapan sekresi.
o    Auskultasi dada untuk mendengarkan bunyi jalan napas setiap 4 jam.
o    Berikan oksigenasi sesuai advis.
o    Pantau BGA dan Hb sesuai indikasi.

Diagnosa Keperawatan 3. :
Pola nafas tak efektif berhubungan dengan adanya depresan pusat pernapasan
Tujuan :
o    Pola nafas pasien efektif
Kriteria Hasil:
o    RR 18-20 x permenit
o    Ekspansi dada normal.
Intervensi :
o    Kaji frekuensi, irama, kedalaman pernafasan.
o    Auskultasi bunyi nafas.
o    Pantau penurunan bunyi nafas.
o    Pastikan kepatenan O2 binasal.
o    Berikan posisi yang nyaman : semi fowler.
o    Berikan instruksi untuk latihan nafas dalam.
o    Catat kemajuan yang ada pada klien tentang pernafasan.

DAFTAR PUSTAKA

Long C, Barbara, Perawatan Medikal Bedah, Jilid 2, Bandung, Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran, 1996.

Tuti Pahria, dkk, Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Ganguan Sistem Persyarafan, Jakarta, EGC, 1993.

Pusat pendidikan Tenaga Kesehatan Departemen Kesehatan, Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Persarafan , Jakarta, Depkes, 1996.

Smeltzer C. Suzanne, Brunner & Suddarth, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Jakarta, EGC, 2002.

Marilynn E, Doengoes, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, Jakarta, EGC, 2000.

Harsono, Buku Ajar : Neurologi Klinis,Yogyakarta, Gajah Mada university press, 1996.

ASUHAN KEPERAWATAN HIPERTENSI


HIPERTENSI

1.    Pengertian
Hipertensi adalah peningkatan abnormal pada tekanan sistolik 140 mm Hg atau lebih dan tekanan diastolic 120 mmHg (Sharon, L.Rogen, 1996).
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHG dan tekanan darah diastolic lebih dari 90 mmHG (Luckman Sorensen,1996).
Hipertensi adalah suatu keadaan dimana terjadi peningkatan tekanan darah sistolik 140 mmHg atau lebih dan tekanan darah diastolic 90 mmHg atau lebih. (Barbara Hearrison 1997).
Dari ketiga definisi diatas dapat disimpulkan bahwa hipertensi adalah peningkatan tekanan darah yang abnormal dengan sistolik lebih dari 140 mmHg dan diastolic lebih dari 90 mmHg.


2.    Etilogi
Pada umunya hipertensi tidak mempunyai penyebab yang spesifik. Hipertensi terjadi sebagai respon peningkatan cardiac output atau peningkatan tekanan perifer, Namun ada beberapa factor yang mempengaruhi terjadinya hipertensi:
a.    Genetik: Respon nerologi terhadap stress atau kelainan eksresi atau transport Na.
b.    Obesitas: terkait dengan level insulin yang tinggi yang mengakibatkan tekanan darah meningkat.
c.    Stress Lingkungan
d.    Hilangnya Elastisitas jaringan and arterisklerosis pada orang tua serta pelabaran pembuluh darah.

Berdasarkan etiologinya Hipertensi dibagi menjadi 2 golongan yaitu:
a.    Hipertensi Esensial (Primer)
    Penyebab tidak diketahui namun banyak factor yang mempengaruhi seperti genetika, lingkungan, hiperaktivitas, susunan saraf simpatik, system rennin angiotensin, efek dari eksresi Na, obesitas, merokok dan stress.
b.    Hipertensi Sekunder
    Dapat diakibatkan karena penyakit parenkim renal/vakuler renal. Penggunaan kontrasepsi oral yaitu pil. Gangguan endokrin dll.


3.    Patofisiologi
Menurunnya tonus vaskuler meransang saraf simpatis yang diterukan ke sel jugularis. Dari sel jugalaris ini bias meningkatkan tekanan darah. Dan apabila diteruskan pada ginjal, maka akan mempengaruhi eksresi pada rennin yang berkaitan dengan Angiotensinogen. Dengan adanya perubahan pada angiotensinogen II berakibat pada terjadinya vasokontriksi pada pembuluh darah, sehingga terjadi kenaikan tekanan darah.
Selain itu juga dapat meningkatkan hormone aldosteron yang menyebabkan retensi natrium. Hal tersebut akan berakibat pada peningkatan tekanan darah. Dengan Peningkatan tekanan darah maka akan menimbulkan kerusakan pada organ organ seperti jantung.


4.      Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis pada klien dengan hipertensi adalah meningkatkan tekanan darah > 140/90 mmHg, sakit kepala, epistaksis, pusing/migrain, rasa berat ditengkuk, sukar tidur, mata berkunang kunang, lemah dan lelah, muka pucat suhu tubuh rendah.


5.    Penatalaksanaan
a.    Penatalaksanaan Non Farmakologis.
1.    Diet
Pembatasan atau pengurangan konsumsi garam. Penurunan BB dapat menurunkan tekanan darah dibarengi dengan penurunan aktivitas rennin dalam plasma dan kadar adosteron dalam plasma.
2.    Aktivitas
Klien disarankan untuk berpartisipasi pada kegiatan dan disesuaikan dengan
batasan medis dan sesuai dengan kemampuan seperti berjalan, jogging, bersepeda atau berenang.
b.    Penatalaksanaan Farmakologis
Secara garis besar terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemberian atau pemilihan obat anti hipertensi yaitu:
1. Mempunyai efektivitas yang tinggi.
2. Mempunyai toksitas dan efek samping yang ringan atau minimal.
3. Memungkinkan penggunaan obat secara oral.
4. Tidak menimbulakn intoleransi.
5. Harga obat relative murah sehingga terjangkau oleh klien.
6. Memungkinkan penggunaan jangka panjang.
Golongan obat - obatan yang diberikan pada klien dengan hipertensi seperti golongan diuretic, golongan betabloker, golongan antagonis kalsium, golongan penghambat konversi rennin angitensin.

6.      Pemeriksaan Penunjang
a.    Hb/Ht: untuk mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap volume cairan (viskositas) dan dapat mengindikasikan factor resiko seperti : hipokoagulabilitas, anemia.
b.    BUN / kreatinin : memberikan informasi tentang perfusi / fungsi ginjal.
c.    Glucosa : Hiperglikemi (DM adalah pencetus hipertensi) dapat diakibatkan oleh pengeluaran kadar ketokolamin.
d.    Urinalisa : darah, protein, glukosa, mengisaratkan disfungsi ginjal dan ada DM.
e.    CT Scan : Mengkaji adanya tumor cerebral, encelopati
f.    EKG : Dapat menunjukan pola regangan, dimana luas, peninggian gelombang P adalah salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi.
g.    IUP : mengidentifikasikan penyebab hipertensi seperti : Batu ginjal, perbaikan ginjal.
h.    Poto dada : Menunjukan destruksi kalsifikasi pada area katup, pembesaran jantung.




Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Hipertensi

1.     Pengkajian
    a.    Aktivitas/ Istirahat.
    Gejala : kelemahan, letih, nafas pendek, gaya hidup monoton.
    Tanda :Frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung, takipnea.
b.    Sirkulasi
Gejala :Riwayat Hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung koroner/katup dan penyakit cebrocaskuler, episode palpitasi.
Tanda : Kenaikan TD, Nadi denyutan jelas dari karotis, jugularis, radialis, tikikardi, murmur stenosis valvular, distensi vena jugularis, kulit pucat, sianosis, suhu dingin (vasokontriksi perifer) pengisian kapiler mungkin lambat/ bertunda.
    c.    Integritas Ego.
Gejala :Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, factor stress multiple (hubungan, keuangan, yang berkaitan dengan pekerjaan.
Tanda : Letupan suasana hat, gelisah, penyempitan continue perhatian, tangisan meledak, otot muka tegang, pernafasan menghela, peningkatan pola bicara.
d.    Eliminasi
Gejala : Gangguan ginjal saat ini atau (seperti obstruksi atau riwayat penyakit ginjal pada masa yang lalu.)
e.    Makanan/cairan
Gejala: Makanan yang disukai yang mencakup makanan tinggi garam, lemak
serta kolesterol, mual, muntah dan perubahan BB akhir akhir ini (meningkat/turun) Riowayat penggunaan diuretic.
Tanda: Berat badan normal atau obesitas,, adanya edema, glikosuria.
f.    Neurosensori
Genjala: Keluhan pening pening/pusing, berdenyu, sakit kepala, subojksipital (terjadi saat bangun dan menghilangkan secara spontan setelah beberapa jam) Gangguan penglihatan (diplobia, penglihatan kabur, epistakis).
Tanda: Status mental, perubahan keterjagaan, orientasi, pola/isi bicara, efek, proses piker, penurunan keuatan genggaman tangan.
g.    Nyeri/ ketidaknyaman
Gejala: Angina (penyakit arteri koroner/ keterlibatan jantung), sakit kepala.
h.    Pernafasan
Gejala: Dispnea yang berkaitan dari kativitas/kerja takipnea, ortopnea,dispnea,   batuk dengan/tanpa pembentukan sputum, riwayat merokok.
Tanda: Distress pernafasan/penggunaan otot aksesori pernafasan bunyi nafas tambahan (krakties/mengi), sianosis.
i.    Keamanan
Gejala: Gangguan koordinasi/cara berjalan, hipotensi postural.
j.    Pembelajaran/Penyuluhan
    Gejala: Faktor resiko keluarga: hipertensi, aterosporosis, penyakit jantung, DM.
Faktor faktor etnik seperti: orang Afrika-amerika, Asia Tenggara, penggunaan pil KB atau hormone lain, penggunaan alcohol/obat.


2.    Diagnosa Keperawatan Yang Muncul
1.    Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan vasokontriksi pembuluh darah.
2.    Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum, ketidak     seimbangan antara suplai dan kebutuhan O2.
3.    Gangguan rasa nyaman nyeri : sakit kepela berhubungan dengan peningkatan
tekanan vaskuler cerebral.


3.    Intervensi
    Diagnosa 1. :
Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan vasokontriksi pembuluh darah.
Kriteria Hasil :
Klien berpartisifasi dalam aktivitas yang menurunkan tekanan darah / beban kerja jantung , mempertahankan TD dalam rentang individu yang dapat diterima, memperlihatkan norma dan frekwensi jantung stabil dalam rentang normal pasien.

Intervensi :
1.    Observasi tekanan darah (perbandingan dari tekanan memberikan gambaran yang lebih lengkap tentang keterlibatan / bidang masalah vaskuler).
2.    Catat keberadaan, kualitas denyutan sentral dan perifer (Denyutan karotis,jugularis, radialis dan femoralis mungkin teramati / palpasi.
    Denyut pada tungkai mungkin menurun, mencerminkan efek dari vasokontriksi (peningkatan SVR) dan kongesti vena).
3.    Auskultasi tonus jantung dan bunyi napas. (S4 umum terdengar pada pasien hipertensi berat karena adanya hipertropi atrium, perkembangan S3 menunjukan hipertropi ventrikel dan kerusakan fungsi, adanya krakels, mengi dapat mengindikasikan kongesti paru sekunder terhadap terjadinya atau gagal jantung kronik).
4.    Amati warna kulit, kelembaban, suhu, dan masa pengisian kapiler (adanya pucat, dingin, kulit lembab dan masa pengisian kapiler lambat mencerminkan dekompensasi / penurunan curah jantung).
5.    Catat adanya demam umum / tertentu. (dapat mengindikasikan gagal jantung, kerusakan ginjal atau vaskuler).
6.    Berikan lingkungan yang nyaman, tenang, kurangi aktivitas / keributan ligkungan, batasi jumlah pengunjung dan lamanya tinggal. (membantu untuk menurunkan rangsangan simpatis, meningkatkan relaksasi).
7.    Anjurkan teknik relaksasi, panduan imajinasi dan distraksi. (dapat menurunkan rangsangan yang menimbulkan stress, membuat efek tenang, sehingga akan menurunkan tekanan darah).
8.    Kolaborasi dengan dokter dlam pembrian therafi antihipertensi,deuritik. (menurunkan tekanan darah).

Dignosa 2. :
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum, ketidak seimbangan antara suplai dan kebutuhan O2.
Kriteria Hasil :
-   Klien dapat berpartisipasi dalam aktivitas yang di inginkan / diperlukan, melaporkan peningkatan dalam toleransi aktivitas yang dapat diukur.

Intervensi :
1.    Kaji toleransi pasien terhadap aktivitas dengan menggunkan parameter : frekwensi nadi 20 per menit diatas frekwensi istirahat, catat peningkatan TD, dipsnea, atau nyeridada, kelelahan berat dan kelemahan, berkeringat, pusig atau pingsan. (Parameter menunjukan respon fisiologis pasien terhadap stress, aktivitas dan indicator derajat pengaruh kelebihan kerja / jantung).
2.    Kaji kesiapan untuk meningkatkan aktivitas contoh : penurunan kelemahan / kelelahan, TD stabil, frekwensi nadi, peningkatan perhatian pada aktivitas dan perawatan diri. (Stabilitas fisiologis pada istirahat penting untuk memajukan tingkat aktivitas individual).
3.    Dorong memajukan aktivitas / toleransi perawatan diri. (Konsumsi oksigen miokardia selama berbagai aktivitas dapat meningkatkan jumlah oksigen yang ada. Kemajuan aktivitas bertahap mencegah peningkatan tiba-tiba pada kerja jantung).
4.    Berikan bantuan sesuai kebutuhan dan anjurkan penggunaan kursi mandi, menyikat gigi / rambut dengan duduk dan sebagainya. (teknik penghematan energi menurunkan penggunaan energi dan sehingga membantu keseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen).
5.    Dorong pasien untuk partisifasi dalam memilih periode aktivitas. (Seperti jadwal meningkatkan toleransi terhadap kemajuan aktivitas dan mencegah kelemahan).

Diagnosa 3
Gangguan rasa nyaman nyeri : sakit kepela berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler cerebral.
Kriteria Hasil :
Melaporkan nyeri / ketidak nyamanan tulang / terkontrol, mengungkapkan metode yang memberikan pengurangan, mengikuti regiment farmakologi yang diresepkan.
Intervensi :
1.    Pertahankan tirah baring selama fase akut. (Meminimalkan stimulasi / meningkatkan relaksasi).
2.    Beri tindakan non farmakologi untuk menghilangkan sakit kepala, misalnya : kompres dingin pada dahi, pijat punggung dan leher serta teknik relaksasi. (Tindakan yang menurunkan tekanan vaskuler serebral dengan menghambat / memblok respon simpatik, efektif dalam menghilangkan sakit kepala dan komplikasinya).
3.    Hilangkan / minimalkan aktivitas vasokontriksi yang dapat meningkatkan sakit kepala : mengejan saat BAB, batuk panjang,dan membungkuk. (Aktivitas yang meningkatkan vasokontriksi menyebabkan sakit kepala pada adanya peningkatkan tekanan vakuler serebral).
4.    Bantu pasien dalam ambulasi sesuai kebutuhan. (Meminimalkan penggunaan oksigen dan aktivitas yang berlebihan yang memperberat kondisi klien).
5.    Beri cairan, makanan lunak. Biarkan klien itirahat selama 1 jam setelah makan. (menurunkan kerja miocard sehubungan dengan kerja pencernaan).
6.    Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat analgetik, anti ansietas, diazepam dll. (Analgetik menurunkan nyeri dan menurunkan rangsangan saraf
    simpatis).