Menu Bar

Alamat : PERUM METRO GRAHA UB 22 JOMBANG - JAWA TIMUR ( Melayani Home Care - Perawatan Luka Modern )

8/28/2010

Keperawatan Dewasa


ABSES HEPAR


2.1.Definisi

·        Abses adalah kumpulan tertutup jaringan cair, yang dikenal sebagai nanah, di suatu tempat di dalam tubuh.Ini adalah hasil dari reaksi pertahanan tubuh terhadap benda asing.

·        Abses adalah pengumpulan cairan nanah tebal, berwarna kekuningan disebabkan oleh bakteri, protozoa atau invasi jamur kejaringan tubuh. Abses dapat terjadi di kulit, gusi, tulang, dan organ tubuh seperti hati, paru-paru, bahkan otak, area yang terjadi abses berwarna merah dan menggembung, biasanya terdapat sensasi nyeri dan panas setempat(Microsoft Encarta Reference Library, 2004)

·        Abscess adalah kumpulan nanah setempat dalam rongga yang tidak akibat kerusakan jaringan,Hepar adalah hati (Dorland, 1996).

·        Abses hati adalah bentuk infeksi pada hati yang disebabkan karena infeksi bakteri, parasit, jamur maupun nekbrosis steril yang bersumber dari sistem gastrointestinal yang ditandai dengan adanya proses supurasi dengan pembentukan pus di dalam parenkim hati. Dan sering timbul sebagai komplikasi dari peradangan akut saluran empedu.(Robins,etal,2002).

·        Jadi Abses hepar adalah rongga berisi nanah pada hati yang diakibatkan oleh infeksi. Abses hati adalah bentuk infeksi pada hati yang disebabkan karena infeksi bakteri, parasit, jamur maupun nekrosis steril yang bersumber dari sistem gastrointestinal,Abses hati dahulu lebih banyak terjadi melalui infeksi porta,sekunder pada peradangan appendicitis, tetapi sekarang abses piogenik sering terjadi sekunder terhadap obstruksi dan infeksi saluran empedu.

·         Abses hepar adalah rongga berisi nanah pada hati yang diakibatkan oleh infeksi (kamus Kedokteran, 1997).                             
Abses hati terbagi 2 secara umum, yaitu
·        Abses hati amebic (AHA) 
·        Abses hati piogenik (AHP/ Hepatic Abcess, Bacterial Liver Abcess).
AHA merupakan salah satu komplikasi amebiasis ekstraintestinal, paling sering terjadi di daerah tropis/subtropik. AHA lebih sering terjadi endemic di negara berkembang dibanding AHP. AHA terutama disebabkan oleh E. Histolytica.                                                                                                    AHP tersebar di seluruh dunia, dan terbanyak di daerah tropis dengan sanitasi kurang. Etiologi AHP adalah enterobacteriaceae, microaerophilic streptococci, anaerobic streptococci, klebsiella pneumonia, bacteroides, fusobacterium, S. aureus, S. milleri, candida albicans, aspergillus, actinomyces, eikenella corrodens, yersinia enterolitica, S. typhi, brucella militensis, dan fungal. Pada era pre-antibiotik, AHP terjadi akibat komplikasi apendisitis bersamaan dengan fileflebitis. Bakteri patogen melalui a. hepatica atau sirkulasi vena portal masuk ke dalam hati, sehingga terjadi bakterimia sistemik, atau menyebabkan komplikasi infeksi intraabdominal (diverticulitis, peritonitis, dan infeksi post operasi).






 Sedangkan saat era antibiotik, terjadi peningkatan insidensi AHP akibat komplikasi dari sistem biliaris (kolangitis, kolesistitis). Hal ini karena makin tinggi angka harapan hidup dan makin banyak pula orang lanjut usia dikenai penyakit sistem biliaris ini. AHP juga bisa akibat trauma, luka tusuk / tumpul, dan kriptogenik                                                          
2.2.Anatomi dan Fisiologi
                              

                                                           
Hati merupakan organ terbesar d alam tubuh manusia, mempunyai berat sekitar 1.5 kg . Walaupun berat hati hanya 2-3% dari berat tubuh , namun hati terlibat dalam 25-30% pemakaian oksigen. Sekitar 300 milyar sel-sel hati terutama hepatosit yang jumlahnya kurang lebih 80%, merupakan tempat utama metabolisme intermedier (Koolman,J&RohmK.H,2001)
Hati manusia terletak pada bagian atas cavum abdominis, dibawah diafragma, dikedua sisi kuadran atas, yang sebagian besar terdapat pada sebelah kanan. Beratnya 1200-1600 gram. Permukaan atas terletak bersentuhan

dibawah diafragma, permukaan bawah terletak bersentuhan di atas organ-organ abdomen. Hepar difiksasi secara erat oleh tekanan intraabdominal dan dibungkus oleh peritonium kecuali di daerah posterior-posterior yang berdekatan dengan vena cava inferior dan mengadakan kontak langsung dengan diafragma.


Hepar dibungkus oleh simpai yg tebal, terdiri dari serabut kolagen dan jaringan elastis yg disebut Kapsul Glisson. Simpai ini akan masuk ke dalam parenchym hepar mengikuti pembuluh darah getah bening dan duktus biliaris. Massa dari hepar seperti spons yg terdiri dari sel-sel yg disusun di dalam lempengan-lempengan/ plate dimana akan masuk ke dalamnya sistem pembuluh kapiler yang disebut sinusoid. Sinusoid-sinusoid tersebut berbeda dengan kapiler-kapiler di bagian tubuh yang lain, oleh karena lapisan endotel yang meliputinya terdiri dari sel-sel fagosit yg disebut sel
kupfer. Sel kupfer lebih permeabel yang artinya mudah dilalui oleh sel-sel makro dibandingkan kapiler-kapiler yang lain .Lempengan sel-sel hepar tersebut tebalnya 1 sel dan punya hubungan
erat dengan sinusoid. Pada pemantauan selanjutnya nampak parenkim tersusun dalam lobuli-lobuli Di tengah-tengah lobuli tdp 1 vena sentralis yg merupakan cabang dari vena-vena hepatika (vena yang menyalurkan darah keluar dari hepar).Di bagian tepi di antara lobuli-lobuli terhadap tumpukan jaringan ikat yang disebut traktus portalis/ TRIAD yaitu traktus portalis yang mengandung cabang-cabang v.porta, A.hepatika, ductus biliaris.Cabang dari vena porta dan A.hepatika akan mengeluarkan isinya langsung ke dalam sinusoid setelah banyak percabangan Sistem bilier dimulai dari canaliculi biliaris yang halus yg terletak di antara sel-sel hepar dan bahkan turut membentuk dinding sel. Canaliculi akan mengeluarkan isinya ke dalam intralobularis, dibawa ke dalam empedu yg lebih besar , air keluar dari saluran empedu menuju kandung empedu.


Hati merupakan pusat dari metabolisme seluruh tubuh, merupakan sumber energy
tubuh sebanyak 20% serta menggunakan 20 – 25% oksigen darah. Ada beberapa fungsi hati yaitu :
1.Fungsi hati sebagai metabolisme karbohidrat
Pembentukan, perubahan dan pemecahan KH, lemak dan protein saling berkaitan 1 sama lain. Hati mengubah pentosa dan heksosa yang diserap dari usus halus menjadi glikogen, mekanisme ini disebut glikogenesis. Glikogen lalu ditimbun di dalam hati kemudian hati akan memecahkan glikogen menjadi glukosa. Proses pemecahan glikogen mjd glukosa disebut glikogenelisis.Karena proses-proses ini, hati merupakan sumber utama glukosa dalam tubuh, selanjutnya hati mengubah glukosa melalui heksosa monophosphat shunt dan terbentuklah pentosa. Pembentukan pentosa mempunyai beberapa tujuan: Menghasilkan energi, biosintesis dari nukleotida, nucleic acid dan ATP, dan membentuk/ biosintesis senyawa 3 karbon (3C)yaitu piruvic acid (asam piruvat diperlukan dalam sikluskrebs).
2.Fungsihati sebagai metabolism lemak
Hati tidak hanya membentuk/ mensintesis lemak tapi sekaligus mengadakan katabolisis asam lemak. Asam lemak dipecah menjadi beberapa komponen:
1.Senyawa 4 karbon – KETON BODIES
2.Senyawa 2 karbon – ACTIVE ACETATE (dipecah menjadi asam lemak dan gliserol)
3.Pembentukan cholesterol
4.Pembentukan dan pemecahan fosfolipid
Hati merupakan pembentukan utama, sintesis, esterifikasi dan ekskresi kholesterol. Dimana serum Cholesterol menjadi standar pemeriksaan metabolisme lipid
3.Fungsi hati sebagai metabolisme protein
Hati mensintesis banyak macam protein dari asam amino. dengan proses deaminasi, hati juga mensintesis gula dari asam lemak dan asam amino.Dengan proses transaminasi, hati memproduksi asam amino dari bahan-bahan non nitrogen. Hati merupakan satu-satunya organ yg membentuk plasma albumin dan ∂ - globulin dan organ utama bagi produksi urea.Urea merupakan end product metabolisme protein.∂ - globulin selain dibentuk di dalam hati, juga dibentuk di limpa dan
sumsum tulang β – globulin hanya dibentuk di dalam hati.albumin mengandung ± 584 asam amino dengan BM 66.000
4.Fungsi hati sehubungan dengan pembekuan darah
Hati merupakan organ penting bagi sintesis protein-protein yang berkaitan dengan koagulasi darah, misalnya: membentuk fibrinogen, protrombin, faktor V, VII, IX, X. Benda asing menusuk kena pembuluh darah – yang beraksi adalah faktor ekstrinsi, bila ada hubungan dengan katup jantung – yang beraksi adalah faktor intrinsik.Fibrin harus isomer biar kuat pembekuannya dan ditambah dengan faktor XIII, sedangakan Vit K dibutuhkan untuk pembentukan protrombin dan beberapa faktor koagulasi.
5.Fungsi hati sebagai metabolisme vitamin
Semua vitamin disimpan di dalam hati khususnya vitamin A, D, E, K
6.Fungsi hati sebagai detoksikasi
Hati adalah pusat detoksikasi tubuh, Proses detoksikasi terjadi pada proses oksidasi, reduksi, metilasi, esterifikasi dan konjugasi terhadap berbagai macam bahan seperti zat racun, obat over dosis.
7.Fungsi hati sebagai fagositosis dan imunitas
Sel kupfer merupakan saringan penting bakteri, pigmen dan berbagai bahan melalui proses fagositosis. Selain itu sel kupfer juga ikut memproduksi ∂ - globulin sebagai imun livers mechanism.
8. Fungsi hemodinamik
Hati menerima ± 25% dari cardiac output, aliran darah hati yang normal ± 1500 cc/ menit atau 1000 – 1800 cc/ menit. Darah yang mengalir di dalam a.hepatica ± 25% dan di dalam v.porta 75% dari seluruh aliran darah ke hati. Aliran darah ke hepar dipengaruhi oleh faktor mekanis, pengaruh persarafan dan hormonal, aliran ini berubah cepat pada waktu exercise, terik matahari, shock.Hepar merupakan organ penting untuk mempertahankan aliran darah


2.3.Etiologi dan Patogenesis
1.     Salmonella Thypi
2.     Entamoeba Hystolytica
3.     Streptokokus
4.     Escherichia Coli

Abses hati piogenik dapat terjadi melalui infeksi yang berasal dari :
·        vena porta yaitu infeksi pelvis atau gastrointestinal, bisa menyebabkan pielflebitis porta atau emboli septik.
·        saluran empedu merupakan sumber infeksi yang tersering. Kolangitis septik dapat menyebabkan penyumbatan saluran empedu seperti juga batu empedu, kanker, striktura saluran empedu ataupun anomali saluran empedu kongenital.
·        infeksi langsung seperti luka penetrasi, fokus septik berdekatan seperti abses perinefrik, kecelakaan lau lintas
·        septisemia atau bakterimia akibat infeksi di tempat lain.
·        kriptogenik tanpa faktor predisposisi yang jelas, terutama pada organ lanjut usia.
Pada amebiasis hati penyebab utamanya adalah entamoeba hystolitica. Hanya sebagian kecil individu yang terinfeksi E.hystolitica yang memberi gejala amebiasis invasif, sehingga ada dugaan ada 2 jenis E.hystolitica yaitu strain patogen dan non patogen. Bervariasinya virulensi berbagai strain E.hystolitica ini berbeda berdasarkan kemampuannya menimbulkan lesi pada hati.
Patogenesis amebiasis hati belum dapat diketahi secara pasti. Ada beberapa mekanisme yang telah dikemukakan antara lain faktor virulensi parasit yang menghasilkan toksin, ketidakseimbangan nutrisi, faktor resistensi parasit, imunodepresi pejamu, berubah-ubahnya antigen permukaan dan penurunan imunitas cell-mediated
Secara singkat dapat dikemukakan 2 mekanisme :
·        strain E.hystolitica ada yang patogen dan non patogen.
·        secara genetik E.hystolitica dapat menyebabkan invasi tetapi tergantung pada interaksi yang kompleks antara parasit dengan lingkungan saluran cerna terutama pada flora bakteri.
Mekanisme terjadinya amebiasis hati :
1.     penempelan E.hystolitica pada mukus usus.
2.     pengerusakan sawar intestinal.
3.     lisis sel epitel intestinal serta sel radang. Terjadinya supresi respons imun cell-mediated yand disebabkan enzim atau toksin parasit, juga dapat karena penyakit tuberkulosis, malnutrisi, keganasan dll.
4.     penyebaran ameba ke hati. Penyebaran ameba dari usus ke hati sebagian besar melalui vena porta. Terjadi fokus akumulasi neutrofil periportal yang disertai nekrosis dan infiltrasi granulomatosa. Lesi membesar, bersatu dan granuloma diganti dengan jaringan nekrotik. Bagian nekrotik ini dikelilingi kapsul tipis seperti jaringan fibrosa. Amebiasis hati ini dapat terjadi berbulan atau tahun setelah terjadinya amebiasis intestinal dan sekitar 50% amebiasis hati terjadi tanpa didahului riwayat disentri amebiasis

Figure 3: Histopathology (low power) showing transmural involvement by amoebic ulcers
2.4.Patofisiologi

Akibat masuknya bakteri atau amoeba ke hepar, menyebabkan jaringan yang sehat menjadi rusak dan menimbulkan reaksi radang karena adanya kerusakan jaringan dan radang yang berlangsung lama menyebabkan jaringan hepar menjadi nekrosis. Hati tampak membengkak dan daerah yang abses menjadi pucat kekuningan, berbeda dengan hati sehat yang berwarna merah tua. Sel hepar yang jauh dari fokus infeksi juga mengalami sedikit perubahan meskipun tidak ditemukan amoeba. Abses tersebut dikelilingi oleh jaringan ikat yang membatasi perusakan lebih jauh kecuali bila ada infeksi tambahan






Penjelasan
1.     Amuba yang masuk menyebabkan peradangan hepar sehingga mengakibatkan infeksi
2.     Kerusakan jaringan hepar menimbulkan perasaan nyeri
3.     Infeksi pada hepar menimbulkan rasa nyeri sehingga mengalami gangguan tidur atas pola tidur.
4.     Abses menyebabkan metabolisme dihati menurun sehingga menimbulkan perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan.
5.     Metabolisme nutrisi di hati menurun menyebabkan produksi energi menurun sehingga dapat terjadi intoleransi aktifitas fisikManifestasi klinis
Keluhan awal: demam/menggigil, nyeri abdomen, anokresia/malaise, mual/muntah, penurunan berat badan, keringan malam, diare, demam (T > 38), hepatomegali, nyeri tekan kuadran kanan atas, ikterus, asites, serta sepsis yang menyebabkan kematian. (Cameron 1997)  
2.5.Manifestasi klinis                                                                                                                                                                                                     Manifestasi sistemik AHP lebih berat dari pada abses hati amebik. Dicurigai adanya AHP apabila ditemukan sindrom klinis klasik berupa nyeri spontan perut kanan atas, yang di tandai dengan jalan membungkuk kedepan dengan kedua tangan diletakan di atasnya.( Herrero, M., 2005)Demam/panas tinggi merupakan keluhan yang paling utama, keluhan lain yaitu nyeri pada kuadran kanan atas abdomen, dan disertai dengan keadaan syok. Apabila AHP letaknya dekat digfragma, maka akan terjadi iritasi diagfragma sehingga terjadi nyeri pada bahu sebelah kanan, batuk ataupun terjadi atelektesis, rasa mual dan muntah, berkurangnya nafsu makan, terjadi penurunan berat badan yang unintentional, (Tukeva,T.A.etal,2005)
2.6.Diagnosis
Penegakan diagnosis dapat ditegakan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, laboratorium, serta pemeriksaan penunjang.Pemeriksaan fisikHepatomegali terdapat pada semua penderita, yang teraba sebesar tiga jari sampai enam jari arcus-costarum.                                                                                                                                    (Molander,P.,2002)
2.7.Pemeriksaan penunjang
1.     Pada pemeriksaan laboratorium yang di periksa adalah darah rutin termasuk kadar Hb darah, jumlah leukosit darah, kecepatan endap darah dan percobaan fungsi hati, termasuk kadar bilirubin total, total protein dan kadar albumin dan glubulim dalam darah. (KanalE.P.etal,2003)
2.      Pada pemeriksaan laboratorium di dapatkan leukositosis yang tinggi dengan pergeseran ke kiri, anemia,
3.     peningkatan laju endap darah, peningkatan alkalin fosfatase, peningkatan enzim transaminase dan serum bilirubin, berkurangnya kadar albumin serum dan waktu protrombin yang memanjang menunjukan bahwa terdapat kegagalan fungsi hati yang disebabkan AHP. (Dalinka, M. K. et al, 2007).
4.     Foto dada yaitu untuk didapatkan peninggian kubah diafragma kanan, berkurangnya gerak diafragma, efusi pleura, kolaps paru dan abses paru.
5.     Foto polos abdomen yaitu untuk Kelainan dapat berupa gambaran ileus, hepatomegali atau gambaran udara bebas di atas hati.
6.     Ultrasonografi yaitu untuk Mendeteksi apakah ada kelainan traktus bilier dan diafragma.
7.     Tomografi kompeter yaitu untuk Melihat kelainan di daerah posterior dan superior, tetapi tidak dapat melihat integritas diafragma.
8.     Pemeriksaan serologi yaitu untuk Menunjukan sensitifitas yang tinggi terhadap kuman.
2.8.Penatalaksanaan
Pengobatan terhadap penderita abses hepar terdiri dari:
1. Kemoterapi
Abses hati ameba tanpa komplikasi lain dapat menunjukan penyembuhan yang besar bila
diterapi hanya dengan antiameba. Pengobatan yang dianjurkan adalah:
    a.. Metronidazole
        Metronidazole merupakan derivat nitroimidazole. Dosis yang
         dianjurkan   untuk kasus abses hati ameba adalah 3 x 750 mg
         per hari selama 7 – 10  hari. Derivat nitroimidazole lainnya  
         yang  dapat digunakan adalah tinidazole dengan dosis 3x800 mg
         perhari selama 5 hari.
    b. Dehydroemetine (DHE)
        Merupakan derivat diloxanine furoate. Dosis yang direkomendasikan
        untuk mengatasi abses liver sebesar 3 x 500 mg perhari selama 10 hari.
    c. Chloroquin
        Dosis yang dianjurkan adalah 1 g/hari selama 2 hari dan diikuti
        500 mg/hari selama 20 hari.

2. Aspirasi
Apabila pengobatan medikamentosa dengan berbagai cara tersebut di atas tidak berhasil (72 jam) atau bila terapi dcngan metronidazol merupakan kontraindikasi seperti pada kehamilan, perlu dilakukan
aspirasi Pada kasus II, meskipun ukuran abses kurang dari 7 cm. dilakukan aspirasi abses karena keluhan tidak berkurang meskipun telah mendapat terapi metronidazol.

3. Drainase Perkutan
Drainase perkutan berguna pada penanganan komplikasi paru, peritoneum, dan perikardial.

4. Drainase Bedah
Pembedahan diindikasikan untuk penanganan abses yang tidak berhasil mcmbaik dengan cara yang lebih konservatif. Juga diindikasikan untuk perdarahan yang jarang tcrjadi tetapi mengancam jiwa penderita, disertai atau tanpa adanya ruptur abses. Penderita dengan septikemia karena abses amuba yang mengalami infeksi sekunder juga dicalonkan untuk tindakan bedah, khususnya bila usaha dekompresi perkutan tidak berhasil Laparoskopi juga dikedepankan untuk kemungkinannya dalam mengevaluasi tcrjadinya ruptur abses amuba intraperitoneal. Drainase bedah dengan pcrtimbangan kemungkinan perdarahan yang terjadi, meskipun belum didapatkan adanya ruptur abses. Komplikasi yang paling sering adalah rupture abses sebesar 5 – 15,6 %. Ruptur dapat terjadi ke pleura, paru, perikardium, usus, intraperitoneal atau kulit. Kadang-kadang dapat terjadi superinfeksi, terutama setelah aspirasi atau drainase. Pada ketiga kasus ini tidak didapatkan adanya komplikasi, baik komplikasi ke pleura, usus ataupun lainnya. Khususnya pada kasus pertama, keadaan setelah operasi stabil, tidak didapatkan adanya superinfeksi.

2.9.Prognosis                                                                                                                                                                                                                Prognosis yang buruk, apabila terjadi keterlambatan diagnosis dan pengobatan, jika hasil kultur darah yang memperlihatkan penyebab becterial organisme multiple,tidak dilakukan drainase terhadap abses, adanya ikterus, hipoalbuminemia, efusi pleural atau adanya penyakit lain.(Bloom,B.J.2007).
Peningkatan umur, manifestasi yang lambat, dan komplikasi seperti reptur intraperikardi atau komplikasi pulmonum meningkatkan tiga kali angka kematian. Hiperbilirubinemia juga termasuk faktor resiko, dengan reptur timbul lebih sering padapasien-pasienyangjuendice.                                                                      (Edelman,R.R.,2002).

2.10.Komplikasi
Komplikasi yang paling sering adalah berupa rupture abses sebesar 5 – 15,6%, perforasi abses keberbagai organ tubuh seperti ke pleura, paru, pericardium, usus, intraperitoneal atau kulit. Kadang-kadang dapat terjadi superinfeksi, terutama setelah aspirasi atau drainase.(Menurut Julius, Ilmu penyakit dalam, jilid I, 1998.)
Saat dignosis ditegakan, menggambarkan keadaan penyakit yang berat, seperti septikaemia/bakteriemia dengan mortalitas 85%, ruptur abses hati disertai peritonitis generalisata dengan mortalitas 6-7% kelainan plueropulmonal, gagal; hati, kelainan didalam rongga abses, henobilia, empiema, fisistula hepatobronkial, ruptur kedalam perikard atau retroperitoneum. Sistem plueropulmonum merupakan sistem tersering terkena. Secara khusus, kasus tersebut berasal dari lesi yang terletak di lobus kanan hepar. Abses menembus diagfragma dan akan timbul efusi pleura, empyema abses pulmonum atau pneumonia. Fistula bronkopleura, biliopleura dan biliobronkial juga dapat timbul dari reptur abses amuba. Pasien-pasien dengan fistula ini akan menunjukan ludah yang berwarna kecoklatan yang berisi amuba yang ada. (Adams, E. B., 2006).
Pembesaran limpa merupakan temuan patologi yang umum dan penting. Pembesaran pada pulpa merah terjadi karena adanya peningkatan jumlah sel-sel fagosit dan atau peningkatan jumlah sel darah. Pada infeksi yang bersifat kronis, hiperplasia jaringan limfoid dapat ditemukan. splenomegali karena abses hati bisa dimungkinkan oleh :
1. Infeksi
Pada kasus infeksi bakterial yang bersifat akut, ukuran limpa sedikit membesar. Pembesaran terjadi akibat peradangan yang menyebabkan peningkatan infiltrasi sel-sel fagosit dan sel-sel neutrofil. Jaringan atau sel-sel yang
mati akan dicerna oleh enzim, sehingga konsistensi menjadi lembek, apabila disayat mengeluarkan cairan berwarna merah, bidang sayatan menunjukkan warna merah merata. Permukaan limpa masih lembut dan terlihat keriput. Peradangan dapat meluas sampai dengan kapsula limpa yang disebut sebagai perisplenitis dengan atau tanpa disertai abses.
Pada infeksi kronis non-pyogenik, pembesaran yang terjadi melebihi ukuran limpa pada infeksi akut. Konsistensi mengeras, bidang sayatan memperlihatkan adanya lymphoid aggregates, pulpa merah banyak mengandung sel-sel fagosit yang didominasi oleh sel plasma.
2.Gangguan Sirkulasi
Gangguan sirkulasi dapat menyebabkan kongesti buluh darah pada limpa. Keadaan kongesti limpa ini dapat disebabkan oleh 2 kondisi utama, yaitu gagal jantung kongestif (CHF/Congestive Heart Failure) dan sirosis hati (Hepatic Cirrhosis). Kondisi gagal jantung (dilatasi) menyebabkan kongesti umum/sistemik buluh darah balik, terutama vena porta hepatika dan vena splenik. Keadaan ini mengakibatkan tekanan hidrostatik vena meningkat dan mengakibatkan terjadinya pembesaran limpa. Pada kondisi sirosis hati, aliran darah pada vena porta mengalami obstruksi, karena terjadi fibrosis hati. Keadaan seperti ini menyebabkan peningkatan tekanan hidrostatik vena porta dan vena splenik, sehingga menyebabkan pembesaran limpa. Pembesaran limpa yang diakibatkan oleh sirosis hati ini dapat disertai peneb

KONSEP  KEPERAWATAN

3.1.Pengkajian
Berdasarkan Marilynn E. Doenges tentang, meliputi :
1.     Aktivitas/istirahat, menunjukkan adanya kelemahan, kelelahan, letargi, penurunan massa otot/tonus.
2.     Sirkulasi, menunjukkan adanya gagal jantung kronis, kanker, disritmia, bunyi jantung ekstra, distensi vena abdomen.
3.     Eliminasi, menunjukkan adanya flatus, distensi abdomen, penurunan/tidak ada bising usus, feses warna tanah liat, melena, urine gelap pekat.
4.     Makanan/cairan, menunjukkan adanya anoreksia, tidak toleran terhadap makanan/tidak dapat mencerna, mual/muntah, penurunan berat badan atau peningkatan cairan, edema, kulit kering, turgor buruk, ikterik.
5.     Neurosensori, menunjukkan adanya perubahan mental, halusinasi, koma, bicara tidak jelas.
6.     Nyeri/kenyamanan, menunjukkan adanya nyeri tekan abdomen kuadran kanan atas, pruritus, perilaku berhati-hati/distraksi, fokus pada diri sendiri.
7.     Pernapasan, menunjukkan adanya dispnea, takipnea, pernapasan dangkal, bunyi napas tambahan, ekspansi paru terbatas, asites, hipoksia.
8.     Keamanan, menunjukkan adanya pruritus, demam, ikterik, ekimosis, petekie, angioma spider, eritema.Seksualitas, menunjukkan adanya gangguan menstruasi, impoten, atrofi testis.
3.2.Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan ini juga berdasarkan Marilynn E. Doenges, meliputi :
1.     Kebutuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual/muntah.
2.     Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan prosses infeksi
3.     Intoleransi aktifitas fisik berhubungan dengan penurunan produksi energi
4.     Gangguan Peningkatan suhu tubuh ( hipertermi) berhubungan dengan proses peradangan.
3.3.Perencanaan
Perencanaan berdasarkan Marilynn E. Doenges tentang, yaitu :
  • Kebutuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual/muntah.
  • Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi secara optimal.
    • Intervensi :
      • Ukur masukan diet harian dengan jumlah kalori
      • Timbang berat badan secara kontinyu. Bentuk dan dorong pasien untuk makan, jelaskan alasan tipe diet.
      • Beri pasien makan bila pasien mudah lelah, atau biarkan orang terdekat membantu pasien.
      • Pertimbangkan pilihan makanan yang disukai.
      • Berikan makanan sedikit dan sering.
      • Batasi masukan kafein, makanan yang menghasilkan gas atau berbumbu, terlalu panas dan terlalu dingin.
      • Berikan makanan halus, hindari makanan kasar sesuai indikasi.
      • Tingkatkan perode tidur tanpa gangguan, khususnya sebelum makan.
      • Awasi pemeriksaan laboratorium, contoh glukosa serum, albumin, total protein, amonia.
      • teratur.
      • Bantu latihan rentang gerak aktif/pasif.
      • Tinggikan ekstremitas bawah.
      • Pertahankan sprei kering dan bebas lipatan.
  • Gangguan rasa nyaman ( nyeri ) berhubungan dengan proses infeksi
  • Tujuan :Rasa nyeri penderita teratasi
    • Intervensi :
      • berikan alas yang lunak ( bantal yang lembek atau handuk yang berlipat-lipat ) pada daerah yang terasa nyeri.
      • Hindari sentuhan pada daerah yang sakit.
      • Letakkan tempat tidur klien di pinggir/ di pojok ruangan untuk menghindari tersenggol orang lain.
      • Hindari penggunaan kompres hangat pada daerah yang sakit.
      • Kaji tingkat nyeri klien secara kontinu.
      • Ajarkan tehnik distraksi selama nyeri.
      • Atur posisi senyaman mungkin.
      • Pertahankan posisi tubuh yang tepat.
      • Kolaborasi analgesik.
  • Intoleransi aktifitas berhubungan dengan penurunan produksi energi
  • Tujuan   : Penderita mampu melakukan aktifitas
    • Intervensi :
      • Bantu ADL sesuai dengan kebutuhan.
      • Hemat pengguanaan energi selama fase akut penyakitnya.
      • ü Pertahankan tirah baring sampai hasil laboratorium dan status klinis membaik.
      • ü  Sejalan dengan semakin baiknya keadaan, pantau peningkatan bertahap pada tingkat   aktivitas.
      • Lakukan tindakan yang sesuai dengan usia.
  • Peningkatan suhu tubuh (hipertermi) berhubungan dengan proses peradangan.
  • Tujuan: Suhu tubuh normal antara 36-37 C
    • Intervensi :
      • Ukur tanda-tanda vital terutama suhu dan catat hasilnya.
      • Beri kompres hangat / dingin.
      • Ajarkan klien pentingnya mempertahankan masukan cairan yang adekwat sesuai kondisi.
      • Pantau intake dan output.
      • Jelaskan perlunya penggunaan pakaian yang longgar.
      • Kolaborasikan pemberian antipiretik bila diperlukan.

3.4.Pelaksanaan
Dalam melakukan tindakan harus sesuai dengan rencana setelah dilakukan validasi penguasaan keterampilan interpersonal, intelektual dan teknikal, intervensi harus dilakukan dengan cermat dan efisien pada situasi yang tepat, keamanan fisik dan psikologi dilindungi dan dokumentasi berupa pencatatan dan pelaporan ( Gafar La Ode Jumadi ).
Ada tiga fase implementasi keperawatan, yaitu :
1.     Fase persiapan, meliputi pengetahuan tentang rencana, validasi rencana, pengetahuan dan keterampilan mengimplementasikan rencana, persiapan klien dan lingkungan.
2.     Fase operasional, merupakan puncak implementasi dengan berorientasi pada tujuan. Implementasi dapat dilakukan dengan intervensi independen, dependen atau interdependen.
3.     Fase terminasi, merupakan terminasi perawat dengan klien setelah implementasi dilakukan.
3.5.Evalusi
Fase akhir dari proses keperawatan adalah evaluasi terhadap asuhan keperawatan yang diberikan. Hal-hal yang dievaluasi adalah keakuratan, kelengkapan, dan kualitas data, teratasi atau tidaknya masalah klien, serta pencapaian tujuan serta ketepatan intervensi keperawatan.

Tujuan evaluasi adalah untuk memberikan umpan balik rencana keperawatan, menilai dan meningkatkan mutu pelayanan keperawatan melalui perbandingan pelayanan keperawatan yang diberikan serta hasilnya dengan standar yang telah ditentukan terlebih dahulu. Kemudahan atau kesulitan evaluasi dipengaruhi oleh kejelasan tujuan dan bisa tidaknya tujuan tersebut diuk
DAFTAR  PUSTAKA

·        Tjokronegoro A., Utama H. Amebiasis hati. Buku Ajar Nmu Penyakit Dalam. Edisi tiga. Jakarta: Balai Penerbitan FKUI; !996.p.328-32.
·        Santoso M, Wijaya. Diagnostik danpenatalaksanaan abses amebiasis hati. Dexa Medica 2004;4:17-20.
·        Andri LA, Rasjid HA. Abses amuba pada hepar Dexa Medica 2004; 21-6 .
·        Microsoft Encarta Reference Library, 2004
·        Pengaruh abses hepar terhadap kebutuhan manusia. Bruner dan Suddarth, 2000
·        Patofisiologi terjadinya amobiasishepar, Staf Pengajar Patofisiologi, Fakultas Kedokteran Unibraw Malang 2003
·        Kapoor OP; Amoebic liver diseases; Bombay Hospital Journal 1990; 32:128-133
·        Hasan M, Islam MA, Siddiqua SS, Shruva MR. Mymensingh Med J 2003; 12:61-3