PEDOMAN
MANAGEMENT NYERI
I.
LATAR
BELAKANG
Nyeri menurut
IASP adalah merupakan pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan
akibat kerusakan jaringan, baik aktual maupun potensial atas yang digambarkan
dlam bentuk kerusakan tersebut.
Penganan nyeri
acut masih menjadi tantangan rumah sakit saat ini. Akhir-akhir ini penanganan
nyeri akut telah berkembang dari sekedar pemberian narkotika intramuskuler
menuju ke arah pemberian secara multimodal analgesia, termasuk didalamnya
penggunaan anastesi lokal secara kontinyu melalui kateter yang dipasang pada
saraf perifer. Selain itu penggunaan teknologi kedokteran seperti PCA, nerve
stimulator, C-Arm dan Ultrasonografi sangat membantu meningkatkan keamanan dari
tindakan tersebut.
Meskipun konsep
pengelolaan acute pain service (APS) telah berkembang, teknik baru multimodal
analgesia telah ditemukan serta munculnya panduan-panduan baru tentang acute
pain management, tapi persoalan penanganan nyeri pasca operasi masih menjadi
masalah.
Penanganan nyeri
pasca operasi yang tidak optimal merupakan salah satu faktor yang memperlama
masa pemulihan dan lama perawatan di rumah sakit. Nyeri pasca operasi masih
banyak dikeluhkan sekitar 70 % pasien dengan derajat nyeri sedang sampai berat
meskipun telah mendapatkan pengobatan nyeri.
Pada beberapa
institusi rumah sakit telah terjadi perubahan dalam pengelolaan nyeri pasien,
yang awalnya tanggungjawab utama pada seorang dokter bedah atau dokter
penanggungjawab pasien (DPJP), berubah menjadi tanggungjawab bersama yang
terintregasi didalam sebuah tim yang disebut Acute Pain Service (APS), yang
bekerja merawat bersama menangani nyeri dengan dokter bedah atau dokter
penanggungjawab pasiennya.
II.
TUJUAN
Tujuan Umum : memberikan perbaikan
nyeri yang optimal sehingga memberikan rasa nyaman kepada pasien
Tujuan Khusus :
1. Tujuan
Nyeri Akut : Mengurangidanmenghilangkannyerisampaitingkatkenyamanan
yang dapatditerimapasiensehinggamencegahterjadinyanyerikronik
2. Tujuan
Nyeri Kronik : Mengurangi nyeri sampai tingkat kenyamanan yang dapat diterima
pasien sehingga dapat mengurangi lebih lanjut terjadinya depresi, kecemasan,
kelelahan, dan stress
3. Tujuan
Nyeri Kanker :
-
Meredanya nyeri secara
nyata, pemeliharaan status fungsional, kwalitas hidup yang realistik dan proses
kematian yang tenang
-
Perawatan dengan
pendekatan holistik sehingga penderita dapat meningkatkan kwalitas hidupnya dan
meninggal dalam keadaan damai dan iman
III.
KONSEP
A. DEFINISI
NYERI
B. KLASIFIKASI
NYERI
C. MEKANISME
NYERI
D. MODALITAS
TERAPI
A.
DEFINISI
NYERI
1. Nyeri
perioperatif adalah nyeri oleh karena pembedahan atau penyebab lainnya
(penyakit penyerta) yang terjadi dalam kurun waktu sebelum, selama dan setelah
operasi
2. Nyeri
Pre-operasi adalah nyeri yang terjadi sebelum dilakukan pembedahan, baik
disebabkan oleh penyakit yang akan dilakukan tindakan pembedahan maupun
penyakit penyerta lainnya
3. Nyeri
intra-operasi adalah nyeri yang ditimbulkan oleh karena prosedur pembedahan
4. Nyeri
Pasca-operasi adalah nyeri yang timbul setelah prosedur pembedahan, baik
disebabkan langsung maupun tidak langsung dari prosedur pembedahan tersebut
5. Nyeri
Akut adalah nyeri dengan onset segera dan durasi yang terbatas (kurang dari 6 minggu), yang memiliki
hubungan waktu dan kausal dengan cedera atau penyakit
6. Nyeri
Kronik adalah nyeri yang bertahan untuk periode waktu yang lama, rasa nyerinya
teruas ada karena kerusakan jaringan yang terus menerus, meskipun telah terjadi
proses penyembuhan dan seringkali tidak diketahui penyebabnya yang pasti
7. Nyeri
Nosiseptik adalah nyeri yang terjadi pada jaringan yang intak yang mendapatkan
rangsangan kuat (disebut juga rangsang noksius), apakah itu suhu yang ekstrim,
mekanik maupun kimiawi
8. Nyeri
Neuropatik adalah nyeri yang disebabkan oleh penyakit atau kerusakan sistim
saraf perifer atau sentral, atau desebabkan adanaya disfungsi sistem saraf
9. Nyeri
Psikologis adalah nyeri yang berhubungan dengan persepsi individu terhadap
penyakit (disease), kecacatan (disability) yang dirasakan, dan jenis adaptasi
psikologis digunakan oleh pasien. Fokus penanganan terletak pada jiwa yang
merasakan sakit, bukan pada ada atau tidaknya patologi yang ditemukan
B.
KLASIFIKASI
NYERI
1. Berdasarkan
waktu durasi nyeri :
a. Nyeri
akut kurang dari 3 bulan, mendadak akibat trauma atau inflamasi, tanda respon
simplatis, penderita anxietas sedangkan keluarga suportif
b. Nyeri
kronik lebih dari 3 bulan, hilang timbul atau terus menerus, tanda respon
parasimpatis, penderita depresi, sedangkan keluarga lelah
2. Berdasarkan
etiologi, ke dalam :
a. Nyeri
Nosiseptik : rangsang timbul oleh mediator nyeri, seperti pada pasca trauma
operasi dan luka bakar
b. Nyeri
Neuropatik : rangsang oleh kerusakan saraf atau disfungsi saraf seperti pada
diabetes meletus, herpes zoster
3. Berdasarkan
intensitas nyeri, ke dalam :
a. Skala
Fisual analog skor : 1 sampai 10
b. Skala
Wajah Wong Baker : tanpa nyeri, nyeri ringan, sedang, berat, tak tertahankan
4. Berdasarkan
lokasi :
a. Nyeri
Superfisial : nyeri pada kulit, subkutan, bersifat tajam, terlokasi
b. Nyeri
Somatik dalam: nyeri berasal dari otot, tendo, tumpul, kurang terlokasi
c. Nyeri
Viskeral : nyeri berasal dari organ internal atau organ pembungkusnya, seperti
nyeri kolik gastrointestinal dan kolik ureter
d. Nyeri
Alih atau Referred : masukan dari organ dalam pada tingkat spinal di salah
artikan oleh penderita sebagi masukan dari daerah kulit pada segmen spinal yang
sama
e. Nyeri
Proyeksi : misalnya pada herpes zoster kerusakan saraf menyebabkan nyeri yang
dialihkan ke sepanjang bagian tubuh yang diinerfasi oleh saraf yang rusak
tersebut.
f. Nyeri
Phantom : persepsi nyeri dihubungakan dengan bagian tubuh yang hilang seperti
pada amputasi extrimitas
Nyeri
dikelompokkan pula berdasar area nyeri, ke dalam : nyeri kepala, leher, dada,
abdomen, punggung, pinggang bawah, pelvik, extrimitas, dan sebagainya
Berdasarkan
sifat nyeri ke dalam nyeri tusuk, teriris, terbakar, nyeri sentuh, nyeri gerak,
berdenyut, menyebar, hilang timbul, dan sebagainya
Klasifikasi
nyeri akan sangat berguna untuk menentukan penyebab, membedakan nyeri
neuropatik dari nosisepsi, merencanakan terapi dan evaluasi penderita.
Akibat nyeri akut karena trauma
jaringan :
-
Kardiofaskuler :
takhikardi, hipertensi, konsumsi oksigen meningkat
-
Pulmonal : atelektasis,
hipoksi, hiperkarbi
-
Gastrointestinal :
mual, muntah, illius
-
Renal : oliguria,
retensi urine
-
Muskuloskletal :
imobilisasi, trombosis
-
SSP : ansietas,
depresi, cepat lelah
C.
MEKANISME
NYERI
Nyeri adalah fenomena yang rumit
dan komplek dan terdapat 3 hal yang penting yakni :
1. Mekanisme
Nosisepsi, mekanisme ini melibatkan periode transduksi, transmisi, modulasi,
dan persepsi
Proses Transduksi : Rangsang
noksius yang dapat berasal dari bahan kimia menimbulkan subsensitasi dan
mengaktifkan reseptor nyeri.
Sensitisasi Perifer menimbulkan
alodinia ( rangsang lemah seperti rabaan normal kini terasa nyeri ) dan
hiperalgesia ( rangsang kuat normal menimbulkan nyeri kini dirasakan amat
nyeri)
Proses transduksi dihambat oleh
NSAID
Proses transmisi : penyaluran
impuls saraf sensorik sampai dengan talamus
Proses transmisi ini dapt dihambat
oleh anastetik lokal diperifer maupun sentral
Prosues medulasi : terjadi pada sistem saraf
sentral, dapat dihambat oleh analgesi endogen
Proses Persepsi : hasil akhir
ketiga proses diatas yang menghasilkan perasaan subyektif nyeri
2. Perilaku
Nyeri (neuromatrik melzack) meliputi jaras-jaras yang melibatkan medula
spinalis, talamus, jaringan abu-abu periaquaductal, korteksomatosensorik, dan
sistem limbik
3. Plastisitas
sarafadalah mekanisme maladaptif menjadi adaptif.
Pada mekanisme adaptif konsep nyeri
sebagai alat proteksi tubuh,
Pada mekanisme maladaptif misalnya
pada nyeri kronik (nyeri patologik) dimana nosisepsi tetap timbul setelah
penyembuhan usai dan tidak proporsional dengan kelainan fisik yang ada
Mekanisme maladaptif terjadi karena
adanya plastisitas saraf di tingkat perifer maupun sentral
D.
MODALITAS
TERAPI
Terdapat berbagai modalitas untuk
mengatasi nyeri antara lain :
1. Modalitas
Terapi Fisik
2. Modalitas
Terapi Psikologik
3. Modalitas
Surgikal
4. Modalitas
Terapi Farmakologi
5. Modalitas
Blok Saraf Perifer dan Saraf Sentral
Beberapa
metode atau obat modalitas di atas antara lain:
1. Modalitas
Terapi Fisik : pendinginan pada trauma akut, penghangatan pada nyeri kronik,
akupresur dan fisioterapi, restriksi gerak seperti pada imobilisasi pasca
reposisi fraktural, penggunaan TENS dan metode akupuntur.
2. Modalitas
Terapi Psikologik : seperti relaksasi distraksi, hipnosis dan sebaginya
3. Modalitas
Surgikal : seperti pada reposisi fraktur, insisi abses, eksis tumor dan
interfensi bedah syaraf pada kordotomi, talamotomi dan sebagainya
4. Modalitas
Terapi Farmakologi
a. Paracetamol
tergolong analgetik antipiretik dengan efek anti inflamasi minimal.
Menginhibisi sintesis prostatglandin.
b. NSAID
bekerja menghambat biosintesis prostatglandin melalui hambatan jalur
siklooksigenase (COX)
Yang termasuk obat NSAID adalah
aspirin, ketorolak, indometasin, pirosikam, ibuprofen, na-diklofenak,
meloksikam, nimensulfid, celecoxib.
c. Golongan
Opioid : opioid lemah (kodein, tramadol) opioid kuat (morfin, fentanil)
d. Golongan
Obat Ajuvan sering dipakai pada nyeri kronik berat.
antara lain :
-
anti depresi trinsiklik
seperti amitriptilin yang dipakai pada nyeri kronik yang bersifat membakar,
dengan gangguan tidur dan depresi.
-
Anti konvulsan seperti
carbamasepin dipakai pada nyeri neuropatik yang tajam dan menusuk atau
mengiris.
-
Kortikosteroid dipakai
pada nyeri akibat kompresi serabut saraf, nyeri sendi, dan nyeri miofasial
-
Neuroleptik seperti
chlorpromazin dan haloperidol dipakai sebagai anti cemas, anti psikotis dan
anti muntah
5. Modalitas
Blok Saraf Perifer dan Saraf Sentral
IV.
RUANG
LINGKUP
1. Nyeri
akut (kasus bedah dan non bedah)
a. Penanganan
nyeri perioperatif
b. Penanganan
nyeri persalinan
c. Penanganan
nyeritindakan prosedur medis
d. Konsultasi
nyeri akut
2. Nyeri
khronik tanpa keganasan
3. Nyeri
khronik dengan keganasan (nyeri kanker)
V.
A. TATA
LAKSANA MANAJEMEN NYERI
1.
Anamnesis
2.
Asesmen Nyeri
3.
Pemeriksaan
fisik
4.
Pemeriksaan
elektromiografi (EMG)
5.
Pemeriksaan
sensorik kuantitatif
6.
Pemeriksaan
Radiologi
7.
Asesmen
psikologi
Adapun
penjelasan tata laksana asesmen dan menejemen nyeri adalah:
1) ANAMNESES
a.
Riwayat penyakit
sekarang
-
Kapan rasa nyeri
atau ketidaknyamanan muncul?
-
Apa faktor yang
memperburuk rasa nyeri?
o Cahaya
o Gelap
o Gerakan
o Berbaring
o Lainnya
-
Bagaimana rasa
nyerinya?
o Seperti di tusuk
o Seperti dipukul
o Seperti berdenyut
o Seperti ditikam
o Seperti ditarik
o Seperti dibakar
o Seperti kram
o Tajam
-
Apakah nyeri
menjalar ke bagian tubuh yang lain?
o Ya
o Tidak
-
Bagaimana
tingkat keparahan nyeri?
o Tidak nyeri
o Ringan
o Sedang
o Berat
-
Seberapa sering
nyeri berlangsung ?
o Terus menerus
o Hilang timbul
-
Berapa lama?
o < 30 menit
o >30 menit
-
Apa yang membuat
nyeri berkurang?
o Kompres hangat
o Aktifitas dikurangi
o Lainnya
-
Apa efek dari
nyeri?
o
Mual/ muntah
o
Nafsu makan
menurun
o
Emosi
o
Aktifitas
berkurang
o
Gangguan tidur
o
Lainnya
b.
Riwayat
pembedahan / penyakit dahulu
c.
Riwayat
psiko-sosial
i.
Riwayat konsumsi
alkohol, merokok, atau narkotika
ii.
Identifikasi pengasuh / perawat utama (primer)
pasien
iii. Identifikasi
kondisi tempat tinggal pasien yang berpotensi menimbulkan eksaserbasi nyeri
iv.
Pembatasan /restriksi partisipasi pasien dalam
aktivitas sosial yang berpotensi menimbulkan stres. Pertimbangkan juga
aktivitas penggantinya.
v.
Masalah
psikiatri (misalnya depresi, cemas, ide ingin bunuh diri) dapat menimbulkan
pengaruh negatif terhadap motivasi dan kooperasi pasien dengan program
penanganan / manajemen nyeri ke depannya. Pada pasien dengan masalah psikiatri,
diperlukan dukungan psikoterapi / psikofarmaka.
vi.
Tidak dapat bekerjanya pasien akibat nyeri
dapat menimbulkan stres bagi pasien / keluarga.
d. Riwayat
pekerjaan
i.
Pekerjaan yang melibatkan gerakanberulang dan rutin, seperti mengangkat benda
berat, membungkuk atau memutar; merupakan pekerjaan tersering yang berhubungan
dengan nyeri punggung.
e. Obat-obatan
dan alergi
i. Daftar obat-obatan yang dikonsumsi pasien
untuk mengurangi nyeri ii. Cantumkan juga mengenai dosis, tujuan minum obat,
durasi, efektifitas, dan efek samping
iii. Direkomendasikan untuk mengurangi atau
memberhentikan obat-obatan dengan efek samping kognitif dan fisik.
f. Riwayat
keluarga
i.
Evaluasi riwayat medis keluarga terutama penyakit genetik.
g. Asesmen
sistem organ yang komprehensif
i.
Evaluasi gejala kardiovaskular, psikiatri, pulmoner, gastrointestinal,
neurologi, reumatologi, genitourinaria, endokrin, dan muskuloskeletal)
ii. Gejala konstitusional: penurunan berat
badan, nyeri malam hari, keringat malam, dan sebagainya.
2) ASESMEN NYERI
a. Asesmen nyeri dapat menggunakan Numeric Rating Scale
i. Indikasi:
digunakan pada pasien dewasa dan anak berusia > 9 tahun yang dapat
menggunakan angka untuk melambangkan intensitas nyeri yang dirasakannya.
ii. Instruksi:
pasien akan ditanya mengenai intensitas nyeri yang dirasakan dan dilambangkan
dengan angka antara 0 – 10.
· 0 = tidak nyeri
·
1 – 3 = nyeri ringan
(sedikit mengganggu aktivitas sehari- hari)
·
4– 6 = nyeri sedang
(gangguan nyata terhadap aktivitas sehari-hari)
·
7 – 10 = nyeri berat
(tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari)
Numeric Rating Scale3
b. Wong Baker FACES Pain Scale
i. Indikasi: Pada pasien (dewasa dan anak >
3 tahun) yang tidak dapat menggambarkan intensitas nyerinya dengan angka, gunakan asesmen
ii. Instruksi: pasien diminta untuk menunjuk /
memilih gambar mana yang paling sesuai dengan yang ia rasakan. Tanyakan juga
lokasi dan durasi nyeri
·
0 - 1 = sangat bahagia karena tidak
merasa nyeri sama sekali
·
2 – 3 = sedikit nyeri
·
4 – 5 = cukup nyeri
·
6 – 7 = lumayan nyeri
·
8 – 9 = sangat nyeri
·
10
= amat sangat nyeri (tak tertahankan)
Wong Baker FACES Pain Scale4
c.
Pada pasien
dalam pengaruh obat anestesi atau dalam kondisi sedasi sedang, asesmen dan
penanganan nyeri dilakukan saat pasien menunjukkan respon berupa ekspresi tubuh
atau verbal akan rasa nyeri.
d.
Asesmen ulang
nyeri: dilakukan pada pasien yang dirawat lebih dari beberapa jam dan
menunjukkan adanya rasa nyeri, sebagai berikut:
i. Lakukan asesmen nyeri yang komprensif setiap kali
melakukanpemeriksaan fisik pada pasien
ii. Dilakukan pada: pasien yang mengeluh nyeri, 1 jam
setelah tatalaksana nyeri, setiap empat jam (pada pasien yang sadar/ bangun),
pasien yang menjalani prosedur menyakitkan, sebelum transfer pasien, dan
sebelum pasien pulang dari rumah sakit
iii. Pada pasien yang mengalami nyeri kardiak (jantung),
lakukan asesmen ulang setiap 5 menit setelah pemberian nitrat atau obat- obat
intravena
iv. Pada nyeri akut / kronik, lakukan asesmen ulang tiap
30 menit – 1 jam setelah pemberian obat nyeri.6
e.
Derajat nyeri
yang meningkat hebat secara tiba-tiba, terutama bila sampai menimbulkan
perubahan tanda vital, merupakan tanda adanya diagnosis medis atau bedah yang
baru (misalnya komplikasi pasca-pembedahan, nyeri neuropatik).
3)
PEMERIKSAAN FISIK
a. Pemeriksaan umum
i. Tanda vital: tekanan darah, nadi, pernapasan, suhu
tubuh
ii. Ukurlah berat badan dan tinggi badan pasien
iii. Periksa apakah terdapat lesi / luka di kulit seperti
jaringan parut akibat operasi, hiperpigmentasi, ulserasi, tanda bekas jarum
suntik
iv. Perhatikan juga adanya ketidaksegarisan tulang
(malalignment), atrofi otot, fasikulasi, diskolorasi, dan edema.
b. Status mental
i. Nilai orientasi pasien
ii. Nilai kemampuan mengingat jangka panjang, pendek, dan
segera.
iii. Nilai kemampuan kognitif
iv. Nilai kondisi emosional pasien, termasuk gejala-gejala
depresi, tidak ada harapan, atau cemas.
c. Pemeriksaan
sendi
Selalu periksa
kedua sisi untuk menilai kesimetrisan
i. Nilai dan catat pergerakan aktif semua sendi,
perhatikan adanya keterbatasan gerak, diskinesis, raut wajah meringis, atau
asimetris.
ii. Nilai dan catat pergerakan pasif dari sendi yang
terlihat abnormal / dikeluhkan oleh pasien (saat menilai pergerakan aktif).
Perhatikan adanya limitasi gerak, raut wajah meringis, atau asimetris.
iii. Palpasi setiap sendi untuk menilai adanya nyeri
iv. Pemeriksaan stabilitas sendi untuk mengidentifikasi
adanya cedera ligamen.
d. Pemeriksaan
motorik
Nilai dan catat kekuatan motorik pasien dengan
menggunakan kriteria di bawah ini.
Derajat Definisi
|
||
5
|
Tidak terdapat
keterbatasan gerak, mampu melawan tahanan kuat
|
|
4
|
Mampu melawan tahanan ringan
|
|
3
|
Mampu bergerak melawan
gravitasi
|
|
2
|
Mampu bergerak / bergeser ke kiri dan kanan tetapi tidak mampu melawan
gravitasi
|
|
1
|
Terdapat kontraksi otot
(inspeksi / palpasi), tidak menghasilkan pergerakan
|
|
0
|
Tidak terdapat kontraksi otot
|
|
d. Pemeriksaan sensorik
Lakukan
pemeriksaan: sentuhan ringan, nyeri (tusukan jarum- pin prick), getaran, dan
suhu.
e.
Pemeriksaan
neurologis lainnya
i. Evaluasi nervus kranial I – XII, terutama jika pasien mengeluh nyeri
wajah atau servikal dan sakit kepala
ii. Periksa refleks otot, nilai adanya asimetris dan klonus. Untuk
mencetuskan klonus membutuhkan kontraksi > 4 otot.
Reflek
|
Segmen Spinal
|
Biseps
|
C5
|
Brakioradialis
|
C6
|
Triseps
|
C7
|
Tendon patella
|
L4
|
Hamstring medical
|
L5
|
achilles
|
S1
|
iii. Nilai adanya refleks Babinski dan Hoffman (hasil positif menunjukkan
lesi upper motor neuron)
iv. Nilai gaya berjalan pasien dan identifikasi defisit serebelum dengan
melakukan tes dismetrik (tes pergerakan jari-ke-hidung, pergerakan
tumit-ke-tibia), tes disdiadokokinesia, dan tes keseimbangan (Romberg dan
Romberg modifikasi)
f.
Pemeriksaan khusus
i.
Terdapat 5 tanda non-organik pada pasien dengan gejala nyeri tetapi tidak
ditemukan etiologi secara anatomi. Pada beberapa pasien dengan 5 tanda ini
ditemukan mengalami hipokondriasis, histeria, dan depresi.
ii. Kelima tanda ini adalah:
·
Distribusi nyeri
superfisial atau non-anatomik
·
Gangguan
sensorik atau motorik non-anatomik
·
Verbalisasi
berlebihan akan nyeri (over-reaktif)
·
Reaksi nyeri
yang berlebihan saat menjalani tes / pemeriksaannyeri.
·
Keluhan akan
nyeri yang tidak konsisten (berpindah- pindah) saat gerakan yang sama dilakukan
pada posisi yang berbeda (distraksi)
4)
Pemeriksaan Elektromiografi (EMG)
a. Membantu mencari penyebab nyeri akut / kronik pasien
b.Mengidentifikasi
area persarafan / cedera otot fokal atau difus yang terkena
c. Mengidentifikasi atau menyingkirkan kemungkinan yang
berhubungan dengan rehabilitasi, injeksi, pembedahan, atau terapi obat.
d.
Membantu
menegakkan diagnosis
e. Pemeriksaan serial membantu pemantauan pemulihan
pasien dan respons terhadap terapi
f. Indikasi: kecurigaan saraf terjepit, mono- /
poli-neuropati, radikulopati.
5. Pemeriksaan sensorik kuantitatif
a. Pemeriksaan sensorik mekanik (tidak nyeri): getaran
b. Pemeriksaan sensorik mekanik (nyeri): tusukan jarum, tekanan
c. Pemeriksaan sensasi suhu (dingin, hangat, panas)
d. Pemeriksaan sensasi persepsi
6. Pemeriksaan radiologi
a. Indikasi
i. pasien nyeri dengan kecurigaan penyakit degeneratif
tulang belakang
ii. pasien
dengan kecurigaan adanya neoplasma, infeksi tulang belakang, penyakit
inflamatorik, dan penyakit vascular.
i.
Pasien dengan defisit
neurologis motorik, kolon, kandung kemih, atau ereksi.
ii.
Pasien dengan
riwayat pembedahan tulang belakang
iii.
Gejala nyeri
yang menetap > 4 minggu b. Pemilihan pemeriksaan radiologi: bergantung pada
lokasi dan karakteristik nyeri. i. Foto polos: untuk skrining inisial pada
tulang belakang (fraktur, ketidaksegarisan vertebra, spondilolistesis,
spondilolisis, neoplasma) ii. MRI: gold standard dalam mengevaluasi tulang
belakang (herniasi diskus, stenosis spinal, osteomyelitis, infeksi ruang
diskus, keganasan, kompresi tulang belakang, infeksi)
iii. CT-scan:
evaluasi trauma tulang belakang, herniasi diskus, stenosis spinal. iv.
Radionuklida bone-scan: sangat bagus dalam mendeteksi perubahan metabolisme
tulang (mendeteksi osteomyelitis dini, fraktur kompresi yang kecil/minimal,
keganasan primer, metastasis tulang)
7. Asesmen psikologi
a. Nilai mood
pasien, apakah dalam kondisi cemas, ketakutan, depresi.
b. Nilai adanya
gangguan tidur, masalah terkait pekerjaan
c. Nilai adanya
dukungan sosial, interaksi social
V. B.
ALGORITMA
ASESMEN
NYERI AKUT DAN NYERI KRONIS
VI.
ORGANISASI
-
Dokter Anesthesi
-
Dokter Operator / bedah
-
Dokter lain
-
Perawat, farmasis
-
Sekretariat
VII.
LANDASAN
HUKUM
1. Undang-undang
No. 29 Tahun 2004
2. Undang-undang
No. 36 Tahun 2009
3. Undang-undang
No. 44 Tahun 2009
4. Permenkes
No. 512/Menkes/per/IV/2007
5. Permenkes
No. 290/Menkes/per/III/2008
6. Permenkes
No. 519/Menkes/per/III/2011
tentang Pedoman Penyelenggaraan
Pelayanan Anestesiologi dan Terapi Intensif di Rumah Sakit