Menu Bar

Alamat : PERUM METRO GRAHA UB 22 JOMBANG - JAWA TIMUR ( Melayani Home Care - Perawatan Luka Modern )

12/12/2010

ASKEP STRUMA



KONSEP DASAR

A. PENGERTIAN
Struma adalah pembesaran kelenjar gondok yang disebabkan oleh penambahan jaringan kelenjar gondok yang menghasilkan hormon tiroid dalam jumlah banyak sehingga menimbulkan keluhan seperti berdebar - debar, keringat, gemetaran, bicara jadi gagap, mencret, berat badan menurun, mata membesar, penyakit ini dinamakan hipertiroid (graves’ disease).
Struma nodosa non toksik adalah pembesaran kelenjar tyroid yang secara klinik teraba nodul satu atau lebih tanpa disertai tanda-tanda hypertiroidisme.
Struma Diffusa toxica adalah salah satu jenis struma yang disebabkan oleh sekresi hormon-hormon thyroid yang terlalu banyak. Histologik keadaan ini adalah sebagai suatu hipertrofi dan hyperplasi dari parenkhym kelenjar.
Struma endemik adalah pembesaran kelenjar tyroid yang disebabkan oleh asupan mineral yodium yang kurang dalam waktu yang lama.
B. ETIOLOGI
Hyperthyroid disebabkan oleh hypersekresi dari hormon-hormon thyroid tetapi yang mempengaruhi adalah faktor : umur, temperatur, iklim yang berubah, kehamilan, infeksi, kekurangan yodium dan lain-lain.

C. MANIFESTASI KLINIS
Jika struma cukup besar, akan menekan area trakea yang dapat mengakibatkan gangguan pada respirasi dan juga esofhagus tertekan sehingga terjadi gangguan menelan. Peningkatan simaptis seperti ; jantung menjadi berdebar-debar, gelisah, berkeringat, tidak tahan cuaca dingin, diare, gemetar, dan kelelahan.
D.ANATOMI
Kelenjar thyroid terletak di depan trakhea dan di bawah laryng yang terdiri atas dua lobus yang terletak disebelah dan kiri trakhea dan diikat bersama oleh secarik jaringan disebut istmus yang melintasi pada cincin tulang trakhea dua dan tiga.
Struktur thyroid terdiri atas sejumlah besar folikel dilapisi oleh cuboid epitelium membentuk ruang yang disebut koloid yaitu lumen substansi protein.
Regulasi sekresi hormon tyroid dipengaruhi oleh sistim kerja balik antara kelenjar hipofisis atau pituitari lobus anterior dan kelenjar thyroid. Lobus anterior hipofisis mensekresi TSH yang berfungsi meningkatkan iodine, meningkatkan sintesis dan sekresi hormon thyroid, meningkatkan ukuran kelenjar thyroid.
Apabila terjadi penurunan hormon thyroid, hipofisis anterior merangsang peningkatan sekresi TSH dan mempengaruhi kelenjar thyroid untuk meningkatkan sekresi hormon thyroid.
  1. Thyroxine (T4) berfungsi untuk mempertahankan metabolisme tubuh.
  2. Tridothyronin (T3), berfungsi untuk mempercepat metabolisme tubuh.

Fungsi utama kelenjar thyroid adalah memproduksi hormon tiroxin yang berguna untuk mengontrol metabolisme sel. Dalam produksinya sangat erat hubungannya dengan proses sintesa tyroglobulin sebagai matrik hormon, yodium dari luar, thyroid stimuliting hormon dari hipofise.
E . PATOFISIOLOGI
Iodium merupakan semua bahan utama yang dibutuhkan tubuh untuk pembentukan hormon tyroid. Bahan yang mengandung iodium diserap usus, masuk ke dalam sirkulasi darah dan ditangkap paling banyak oleh kelenjar tyroid. Dalam kelenjar, iodium dioksida menjadi bentuk yang aktif yang distimuler oleh Tiroid Stimulating Hormon kemudian disatukan menjadi molekul tiroksin yang terjadi pada fase sel koloid. Senyawa yang terbentuk dalam molekul diyodotironin membentuk tiroksin (T4) dan molekul yoditironin (T3). Tiroksin (T4) menunjukkan pengaturan umpan balik negatif dari sekresi Tiroid Stimulating Hormon dan bekerja langsung pada tirotropihypofisis, sedang tyrodotironin (T3) merupakan hormon metabolik tidak aktif. Beberapa obat dan keadaan dapat mempengaruhi sintesis, pelepasan dan metabolisme tyroid sekaligus menghambat sintesis tiroksin (T4) dan melalui rangsangan umpan balik negatif meningkatkan pelepasan TSH oleh kelenjar hypofisis. Keadaan ini menyebabkan pembesaran kelenjar tyroid.

F. PENATALAKSANAAN
Tujuan pengobatan hypertiroidisme adalah membatasi produksi hormonid yang berlebihan dengan cara menekan produksi (obat antitiroid) ataurusak jaringan tiroid (yodium radioaktif, tirodidektomi sub total).
1.      Obat antitiroid
Digunakan  dengan indikasi:
a. Terapi untuk memperpanjang remisi atau mendapatkan remisi yang
menetap dengan pasien muda dengan struma ringan sampai sedang dan
tirotoksikosis.
b. Obat untuk mengontrol tirotoksikosis pada fase sbelum pengobatan atau
sesudah pengobatan pada pasien yang mendapat yodium radioaktif.
c. Persiapan tiroidektomi.
d. Pada pasien hamil dan usila.
e. Pasien dengan krisis tiroid.
Obat antitiroid yang serig digunakan:
a. Karbimazol.
b. Memtimazol.
c. Propiltiourasil.
Pada wanita hamil tidak dan menyusui diberikan propiltiourasil karena T4
tidak bisa melewati plasenta dan hanya sedikit keluar dari ASI.

2.      Yodium Radioaktif
Terapi struma antara lain dengan penekanan TSH oleh tiroksin, yaitu pengobatan yang akan mengakibatkan penekanan TSH hipofisis, dan penghambatan fungsi tiroid disertai atrofi kelenjar tiroid. Pembedahan dapat dianjurkan untuk struma yang besar untuk menghilangkan gangguan mekanis dan kosmetis yang diakibatkannya. Pada masyarakat tempat struma timbul sebagai akibat kekurangan yodium, garam dapur harus diberi tambahan yodium.
Indikasi pengobatan dengan yodium radioaktif adalah :
a. Pasien umur 25 tahun atau lebih.
b. Hipertiroidisme yang kambuh sesudah operasi.
c. Gagal mencapai remisi sesudah pemberian obat antitiroid.
d. Goiter multinodular toksik adenoma toksik.
          3. Operasi
Indikasi operasi adalah:
a. Pasien usia muda, struma besar dan tidak berespon terhadap obat
antitiroid.
b. Wanita hamil (Trimester II) yang perlu dosis besar obat anti tiroid.
c. Alergi terhadap obat anti tiroid.
d. Adenoma toksik/struma multinodular toksik.
e. Penyakit grave’s yang berhubungan dengan satu atau lebih nodul.
          4. Perawatan
a. Diet tinggi kalori, protein, karbohidrat, vitamin B.
b. Cairan 3 – 4 liter perhari.
c. Tindakan pendinginan seperti selimuti hypertemia.
G. KOMPLIKASI
1. Fibrilasi atrium.
2. Kelainan ventrikel.
3. Hipokalemia.
4. Hiperkalsemia.
5. Nefrokalsirosis.
6. Libido menurun, impoten, jumlah sperma menurun dan ginekosmetika.

Asuhan Keperawatan
  1. Identifikasi klien.
  2. Keluhan utama klien.
Pada klien post operasi thyroidectomy keluhan yang dirasakan pada umumnya adalah nyeri akibat luka operasi.
  1. Riwayat penyakit sekarang
Biasanya didahului oleh adanya pembesaran nodul pada leher yang semakin membesar sehingga mengakibatkan terganggunya pernafasan karena penekanan trakhea eusofagus sehingga perlu dilakukan operasi.
  1. Riwayat penyakit dahulu
Perlu ditanyakan riwayat penyakit dahulu yang berhubungan dengan penyakit gondok, misalnya pernah menderita gondok lebih dari satu kali, tetangga atau penduduk sekitar berpenyakit gondok.
  1. Riwayat kesehatan keluarga
Dimaksudkan barangkali ada anggota keluarga yang menderita sama dengan klien saat ini.
  1. Riwayat psikososial
Akibat dari bekas luka operasi akan meninggalkan bekas atau sikatrik sehingga ada kemungkinan klien merasa malu dengan orang lain.

B. Pemeriksaan Fisik:
a. Kulit
1) Panas, lembab, banyak keringat, halus, licin, mengkilat, kemerahan.
2) Erythema, pigmentasi, mixedema local.
3) Kuku   terjadi onycholosi  terlepas, rusak.
4) Ujung kuku/jari  terjadi  Acrophachy, yaitu perubahan ujung jari
tabuh/Clubbing Finger disebut PLUMER NAIL.
5) Kalau ada  peningkatan suhu lebih dari 37,80
C  indikasi Krisis
Tyroid.
b. Mata (Opthalmoptik)
1) Retraksi kelopak mata atas  mata membelalak/tanda Dalrymple.
2) Proptosis (eksoptalmus), karena jaringan orbita dan otot-otot mata
diinfiltrasi oleh limposit.
3) Iritasi Conjunction dan Hemosis.
4) Lakrimasi.
5) Optalmoplegia.
6) Tanda Jefrey: kulit tidak dapat mengkerut pada waktu kepala sedikit
menunduk dan mata melihat objek yang digerakkan ke atas.
7) Tanda Rosenbach: tremor pada kelopak mata pada waktu mata
menutup.
8) Tanda Stelwag: mata jarang berkedip.
9) Tanda Dalrymple: retraksi kelopak mata bagian atas sehingga
memberi kesan mata membelalak.
10) Tanda Van Graefe: kelopak mata terlambat turun dibanding bola
mata.
11) Tanda Molbius: kelemahan dalam akomodasi/konvergensi mata/
gagal konvergensi.
c. Cardio vaskuler.
1) Peningkatan tekanan darah.
2) Tekanan nadi meningkat.
3) Takhikardia.
4) Aritmia.
5) Berdebar-debar.
6) Gagal jantung.
d. Respirasi
1) Perubahan pola nafas.
2) Dyspnea.
3) Pernafasan dalam.
4) Respirasi rate meningkat.
e. Gastrointestinal.
1) Poliphagia  nafsu makan meningkat.
2) Diare  bising usus hyperaktif.
3) Enek.
4) Berat badan turun.
f. Otot .
1) Kekuatan menurun.
2) Kurus.
3) Atrofi.
4) Tremor.
5) Cepat lelah.
6) Hyperaktif refleks tendon.
g. Sistem persyarafan.
1) Iritabilitas gelisah.
2) Tidak dapat berkonsentrasi.
3) Pelupa.
4) Mudah pindah perhatian.
5) Insomnia.
6) Gemetar.
. Status mental dan emosional.
1) Emosi labil  lekas marah, menangis tanpa sebab.
2) Iritabilitas.
3) Perubahan penampilan.
Status ginjal.
1) Polyuri (banyak dan sering kecing).
2) Polidipsi ( rasa haus berlebihan  banyak minum.
Status Reproduksi.
1) Pada wanita:
a) Hypomenorrhoe.
b) Amenorrhoe.
Karena kelenjar tyroid mempengaruhi LH.
2) Laki-laki:
a) Kehilangan libido.
b) Penurunan potensi.
. Leher.
1) Teraba adanya pembesaran tyroid (goiter).
2) Bruit (+).
Pemeriksaan Diagnostik.
. Serum T3 dan T4 meningkat (Normal: T3: 8 – 16 µg.  T4:  4 – 11 µg)
. TSH seum menurun.
. Tyroid  radio aktif iodine up take (RAIU) meningkat (Normal: 10 – 35 %)
. BMR meningkat.
. PBI meningkat (Normal: 4 µg – 8 µg, hipertyroid > 8 µg, hypertiroid <
µg).

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan
diare, mual, nyeri abdomen dan atau peningkatan BMR ditandai dengan BB
turun, diaporesis.
Tujuan: nutrisi adekuat.
Intervensi:
a. Pantau masukan diet tinggi kalori, tinggi protein, tinggi karbohidrat,
tinggi vitamin B.
b. Tawarkan makanan dalam jumlah kecil tapi sering dan tambahan
diantara waktu makan.
c. Konsulkan pasien untuk makanan yang disukai.
d. Hindari stimulan: kopi, teh, cola, atau makanan yang lain yang
mengandung kafein atau teobromin yang meningkatkan perasaan
kenyang atau peristaltik.
e. Hindari makanan dengan jumlah  yang banyak serat atau makanan yang
banyak mengandung bumbu.
f. Berikan dorongan untuk memperbanyak minum 2 sampai 3 liter setiap
hari; hindari jus yang mungkin dapat menyebabkan diare.
g. Berikan lingkungan dengan pengunjung yang cocok bila pasien
menginginkannya.
h. Timbang pasien setiap hari, pada waktu yang sama dengan timbangan
dan pakaian yang sama.
i. Pantau masukan dan haluaran setiap 8 jam.
j. Kaji efektifitas pengobatan untuk mengatasi mual dan nyeri abdomen.
Hasil yang diharapkan/evaluasi:
Berat badan meningkat sampai batas yang normal bagi pasien: makan diet
yang dianjurkan tanpa menunjukkan ketidaknyamanan abdomen; tidak
mengalami diare; masukan dan haluaran seimbang.

2. Hipertermia yang berhubungan dengan  status hipermetabolik ditandai
dengan panas.
Tujuan: suhu normal 36,50C – 37,50C.
Intervensi;
a. Berikan kompres hangat sesuai kebutuhan .
b. Gunakan pakaian dan linen tempat tidur yang tipis.
c. Pertahankan lingkungan yang sejuk.
d. Kaji efektifitas selimut hipotermia bila dilakukan:
− Lakukan tindakan untuk mencegah kerusakan kulit.
e. Berikan asetaminofen sesuai pesanan (aspirin merupakan kontraindikasi)
f. Tingkatkan masukan cairan sampai 2500 ml/hari.
g. Pantau tanda vital, tingkat kesadaran, haluaran urine setiap 2 sampai 4
jam.
h. Kolaborasikan dengan dokter dalam menggunaakan tindakan
pendinginan tambahan bila keadaannya membutuhkan.
Hasil yang diharapkan/evaluasi:
a. Pasien sadar dan responsif.
b. Tanda-tanda vital dan haluaran urine normal.

3. Intoleran aktifitas yang berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
suplai oksigen dan kebutuhan karena peningkatan kecepatan metabolisme
dan intoleran terhadap panas di tandai dengan kelemahan.
Tujuan: aktifitas dapat dilakukan sesuai toleransi.
Intervensi:
a. Kaji tanda vital dasar dan tingkat aktifitas  sebelumnya.
b. Batasi aktifitas sampai tingkat toleransi pasien dengan  melakukan
pengkajian respons (mis: kaji tanda vital selama melakukan  aktifitas
dan bandingkan dengan tanda vital dasar).
c. Biarkan pasien membuat prioritas dalam perawatan di dalam
keterbatasannya.
d. Berikan jarak waktu antara prosedur untuk memungkinkan waktu
istirahat yang cukup.
e. Berikan peralatan yang dibutuhkan, kebutuhan lain untuk mencegah
penggunaan energi yang berlebihan oleh pasien sebelum aktifitas.
f. Hentikan aktifitas pada awal timbulnya gejala intoleran: dispnea,
takipnea, takikardia, keletihan.
g. Bantu pasien saat melakukan aktifitas yang tidak mampu dilakukan
karena kelemahan atau tremor.
h. Rencanakan aktifitas setiap hari dan pola isitirahat yang dapat
memudahkan peningkatan toleransi untuk perawatan diri.
Hasil yang diharapkan/evaluasi:
a. Menyelesaikan aktifitas yang direncanakan tanpa bukti-bukti intoleran.
b. Meminta bantuan hanya ketika membutuhkan.

4. Perubahan proses pikir yang berhubungan dengan peningkatan rangsangan
sistem saraf simpatis oleh tingginya kadar hormon tiroid ditandai dengan
labil, peka rangsang, gugup.
Tujuan: tidak terjadi perubahan proses pikir.
a. Kaji tingkat kesadaran, orientasi, afek dan persepsi setiap 4 jam sampai
8 jam; laporkan adanya perubahan negatif.
b. Diskusikan perasaan dan respons terhadap situasi dan orang; berikan
penekanan bahwa hal tersebut tepat adanya.
c. Berikan lingkungan yang stabil, tenang, tanpa stress, dan tidak
merangsang.
1) Atasi lingkungan yang terlalu berisik.
2) Konsisten dalam waktu dan saat melakukan prosedur atau aktivitas.
3) Batasi pengunjung sesuai kebutuhan.
4) Hindari pergantian personel yang sering.
5) Cegah situasi yang menimbulkan kemarahan emosional bila
memungkinkan.
d. Rencanakan perawatan bersama pasien; berikan penjelasan yang jelas
dan singkat.
e. Antisipasi kebutuhan akan pencegahan reaksi hiperaktif.
f. Informasikan pasien bahwa aktifitasnya mungkin dibatasi.
g. Ajarkan teknik menurunkan stress dan kaji penggunaannya oleh pasien.
h. Berikan aktifitas yang menghibur dan benda-benda yang  menurunkan
rangsangan; hindari hal-hal yang membutuhkan manipulasi motorik
halus.
i. Orientasikan  kembali pasien pada lingkungan sesuai dengan yang di
butuhkan dan berikan petunjuk yang mengorientasikan (misalnya jam,
kalender,  gambar- gambar yang dikenal pasien dan sebagainya).
j. Pantau terhadap reaksi buruk terhadap pengobatan.
Hasil yang diharapkan:
a. Pasien berorientasi.
b. Berespon sesuai terhadap situasi dan orang.
c. Menggunakan teknik reduksi stress.

DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall, 2000, Diagnosa Keperawatan, Alih Bahasa : Yasmin Asih, Editor : Tim Editor EGC Edisi 26, EGC Jakarta
Prince S.A, Wilson L.M, 2006, Patofisologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Penerbit Buku Kedokteran : EGC, Jakarta
Brunner dan Suddarth, (2001) Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8, volume 2, penerbit EGC.
Guyton, C. Arthur, (1991), Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit, Missisipi; Departemen of Physiology and Biophysis. EGC. Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta.
Junadi, Purnawan,(2000), Kapita Selekta Kedokteran, edisi ke III, penerbit FKUI, Jakarta.
Long, Barbara C, (1996), Keperawatan Medikal Bedah, EGC. Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta.
Tucker, Susan Martin(1998), Standar Perawatan Pasien, Penerbit buku kedokteran, EGC. Jakarta.

Asuhan Keperawatan RA


 SINDROMA LUPUS
1.1 Pengertian
      Lupus adalah Penyakit " autoimmune " di mana antibody yang seharusnya melindungi tubuh karena sebab yang tidak di ketahui sampai saat ini menjadi liar dan menyerang jaringan – jaringan tubuh normal.
      Pada Lupus, produksi antibody yang seharusnya normal menjadi berlebihan.dan  antibody ini tidak lagi berfungsi menyerang virus, kuman, bakteri yang ada di tubuh, tetapi justru menyerang sel dan jaringan tubuh sendiri.
1.2 Jenis Penyakit Lupus :
1.Discoid Lupus.
         Yang dikenal juga sebagai Cutaneus Lupus yaitu penyakit Lupus yang menyerang kulit.
2.Systemic Lupus.                                         
Yang biasa disebut SLE ( Systemik Lupus Erytematus ) yaitu penyakit lupus yang menyerang kebanyakan system didalam tubuh, seperti kulit, sendi, darah, paru-paru, ginjal, hati , otak dan system saraf.
3.Drug-Induced Lupus
Penyakit Lupus yang timbul setelah penggunaan obat tertentu, gejala-gejalanya biasanya menghilang setelah pemakaian obat dihentikan.
SISTEMIK LUPUS ERYTEMATUS
( SLE )
1.1  Pengertian
      Sistemik Lupus Erytematus ( SLE ) adalah penyakit radang multisystem yang sebabnya belum diketahui, dengan perjalanan penyakit yang mungkin akut fulminan atau kronik remisi dan eksaserbasi disertai oleh terdapatnya berbagai macam autoantibody dalam tubuh.
      Sistemik Lupus Erytematus ( SLE ) adalah penyakit autoimun yang melibatkan berbagai organ dengan manifestasi klinis bervariasi dari yang ringan sampai berat.
Pada keadaan awal sering sekali sukar dikenali sebagai Sistemik Lupus Erytematus ( SLE ) karena manifestasinya sering tidak bersamaan.
1.2  Etiologi.
      Sampai saat ini penyebab Sistemik Lupus Erytematus ( SLE ) belum diketahui. diduga factor genetic, infeksi, dan lingkungan ikut berperan serta.
1.3  Faktor Resiko.
1.Faktor resiko genetic.
      Meliputi :
      -Jenis Kelamin
                  Frekwensi pada wanita dewasa 8 kali lebih sering dari pada pria dewasa.
      -Umur
                  Lebih sering pada usia 20 – 40 tahun.
      -Etnik / Keturunan
                  Frekuensinya 20 kali lebih sering dalam keluarga di mana terdapat  anggota dengan penyakit 
                   tersebut.
2.Faktor resiko hormon.
      Esterogen menambah resiko Sistemik Lupus Erytematus ( SLE ) sedangkan androgen mengurangi 
      resiko ini.
3.Sinar Ultra Violet.
      Sinar ultraviolet mengurangi supresi imun sehingga terapi menjadi kurang efektif sehingga Sistemik Lupus Erytematus ( SLE ) kambuh atau bertambah berat. ini disebabkan sel kulit mengeluarkan sitokin dan prostaglandin sehingga terjadi inflamasi di tempat tersebut maupun secara sistemik melalui peredaran di pembuluh darah.
4.Imunitas.
      Pada pasien Sistemik Lupus Erytematus ( SLE ) terdapat hyperaktivitas sel B atau intoleransi terhadap sel T.
5.Obat
      Obat tertentu dalam perentase kecil sekali pada pasien tertentu dan diminum dalam jangka waktu tertentu dapat mencetuskan terjadinya lupus obat ( Drug Inducet lupus erythematosus atau DILE ). Jenis obatnya :
           -Obat yang pasti menyebabkan lupus : Klorpromasin, Metilodopa,       Hidralasin, Prokainamid, dan Insoniasid.
      -Obat yang mungkin menyebabkan lupus : Dilantin, Penisilamin, dan Kuinidin.
6.Infeksi
      Pasien Sistemik Lupus Erytematus ( SLE ) cenderung mudah mendapat infeksi dan kadang-kadang penyakit ini kambuh setelah infeksi

Stres berat dapat mencetuskan Sistemik Lupus Erytematus ( SLE ) pada pasien yang sudah memiliki kecenderungan akan penyakit ini.
1.4  Patofisiologi.
      Penyakit Sistemik Lupus Erytematus ( SLE ) terjadi akibat terganggunya regulasi kekebalan yang menyebabkan peningkatan autoantibody yang berlebihan. Gangguan imunoregulasi ini ditimbulkan aleh kombinasi antara factor-faktor resiko.
      Pada Sistemik Lupus Erytematus ( SLE ) peningkatan autoantibody diperkirakan terjadi akibat fungsi sel T-supresor yang abnormal sehingga timbul penumpukan kompleks imun dan kerusakan jaringan. Inflamasi akan menstimulasi antigen yang selanjutnya merangsang antibody tambahan dan siklus tesebut berulang kembali.
1.5  Manifestasi Klinis.
1.Sistem Muskuloskeletal.
      Atarlgia, arthritis ( sinovitis ), pembengkakan sendi, nyeri tekan dan rasa nyeri  ketika bergerak, rasa kaku pada pagi hari.
2.Sistem integument.
      Lesi akut pada kulit yang terdiri atas ruam berbentuk kupu-kupu yang melintang pangkal hidung serta pipi.
Ulkus oral dapat mengenai mukosa pipi atau palatum durum.
3.Sistem kardiak.
      Perikarditis merupakan manifestasi kardiak.
4.Sistem Pernafasan.
      Pleuritis atau efusi pleura.
5.Sistem vaskuler.
      Inflamasi pada arteriole yang menimbulkan lesi papuler, eritematous dan purpura di ujung jari kaki, tangan, siku serta permukaan ekstensor lengan bawah atau sisi lateral tangan dan berlanjut nekrosis.
6.Sistem perkemihan.
      Glomerulus renal yang biasanya terkena.
7.Sistem saraf
      Spektrum gangguan system saraf pusat sangat luas dan mencakup seluruh
      bentuk penyakit neurologik, terjadi depresi dan psikosis.
1.6  Pemeriksaan Penunjang.
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan :
- ANA ( Anti nuclear antibody ), Tes ANA memiliki sensitivitas yang tinggi  namun spesifitasnya rendah.
- Anti dsDNA ( double stranded ). Tes ini sangat spesifik untuk Sistemik Lupus Erytematus ( SLE ), biasanya titernya akan meningkat sebelum Sistemik Lupus Erytematus ( SLE ) kambuh.
- Antibodi anti-S ( Smith ). Antibodi spesifik terdapat pada 20-30% pasien.
- Anti-RNP ( ribonukleoprotein ), anti-ro/anti-SS-A, anti-LA ( anti koagulan lupus ), anti-SSB, dan antibody antikardiolipin. Titernya tidak terkait dengan kambuhnya Sistemik Lupus Erytematus ( SLE ).
- Kompleman C3, C4, dan CH50 ( komplemen hemolitik ).
- Tes sel LE. Kurang spesifik dan juga positif pada arthritis rheumatoid, sindrom sjogren, scleroderma, obat dan bahan-bahan kimia lain.
- Anti ssDNA ( single stranded ).
  Pasien dengan anti ssDNA positif cenderung menderita nefritis.
1.7  Diagnosa.
Kriteria untuk klasifikasi Sistemik Lupus Erytematus ( SLE ) dari American Rheumatism Assiciation ( ARA,1992 ).
1.Artritis.
2.ANA di atas titer normal.
3.Bercak molar.
4.Fotosensitif bercak reaksi sinar matahari / dari anamnesis.
5.Bercak discoid.
6.Salah satu kelainan darah :
      -Anemia hemolitik
      -Leukosit < 4.000/mm3
      -Limfosit <1.500/mm3
      -Trombosit <100.000/mm3
7.Kelainan ginjal.
      -Proteinuria >0,5 g per 24 jam.
      -Sedimen seluler.
8.Salah satu serosis.
      -Pleuritis
      -Perikarditis
9.Salah satu kelainan neurologi.
      -Konvulsi
      -Psikosis.
10.Ulser Mulut.
11.Salah satu kelainan imunologi.
      -Sel LE positif.
      -Anti dsDNA diatas titer normal.
      -Anti Sm ( Smith ) diatas titer normal
      -Tes serologi sifilis positif palsu.
Seorang pasien diklasifikasikan menderita Sistemik Lupus Erytematus ( SLE ) apabila memenuhi minimal 4 dari 11 kriteria tersebut diatas.
1.8  Penatalaksanaan.
-Preparat NSAID
      Untukmengatasi manifestasi klinis minor dan dipakai bersama         kortikosteroid, secara topical untuk kutaneus.
-Obat antimalaria.
      Untuk gejala kutaneus, musculoskeletal, dan sistenik ringan.
-Preparat imunosupresan
      Untuk fungsi imun.
1.9.Prognosis.
Dengan diagnosis dini dan penatalaksanaan yang mutakhir maka 80-90 % pasien dapat mencapai harapan hidup 10 tahun dengan kualitas hidup yang hampir normal.
ASUHAN KEPERAWATAN
1.Pengkajian
1.1.Anamnesis
      Riwayat kesehatan sekarang dan pemeriksaan fisik difokuskan pada gejala sekarang dan gejala yang pernah dialami seperti keluhan mudah lelah, lemah, nyeri, kaku, demam/panas, anoreksia dan efek gejala tersebut terhadap gaya hidup serta citra diri pasien.
1.2.Kulit.
      Ruam eritematus, plak eritematous pada kulit kepala, muka atau leher.
1.3.Kardiovaskuler.
      Friction rub pericardium yang menyertai miokarditis dan efusi pleura.Lesi eritematous papuler dan purpura yang menjadi nekrosis menunjukkan gangguan vaskuler terjadi di ujung jari tangan, siku, jari kaki dan permukaan ekstensor lengan bawah atau sisi lateral.
1.4.Sistem musculoskeletal.
      Pembengkakan sendi, nyeri tekan dan rasa nyeri ketika bergerak, rasa kaku pada pagi hari.
1.5.Sistem integument.
      Lesi akut pada kulit yang terdiri atas ruam berbentuk kupu-kupu yang melintang pangkal hidung serta pipi. Ulkus oral dapat mengenai mukosa pipi atau palatum durum.
1.6.Sistem pernafasan.
      Pleritis atau efusi pleura.
1.7.Sistem vaskuler.
      Inflamasi pada arteriol terminalis yang menimbulkan lesi papuler, eritematous dan purpura di ujung jari kaki, tangan, siku serta permukaan ekstensor lengan bawah atau sisi lateral tangan dan berlanjut nekrosis.
1.8.Sistem renal.
      Edema dan hematuria.
1.9.Sistem syaraf.
      Sering terjadi depresi dan psikosis, juga serangan kejang-kejang ataupun manifestasi SSP lainya.
2.Masalah Keperawatan.
-Nyeri
-Keletihan
-Gangguan integritas kulit.
-Kerusakan mobilitas fisik.
-Gangguan citra tubuh.
3.Intervensi.
1.Nyeri berhubungan dengan inflamasi dan kerusakan jaringan.
Intervensi:
-Lakukan penilaian terhadap perubahan subjektif rasa nyeri.
-Bantu dalam mengenali nyeri yang dapat membawa pasien untuk memakai metode terapi.
-Jelaskan tentang penyebab terjadinya nyeri sehingga pasien akan menyadari dari rasa nyeri yang terjadi.
-Lakukan tindakan untuk mengurangi rasa nyeri ( kompres panas/dingin, massase, perubahan posisi, teknik relaksasi, aktivitas yang mengalihkan perhatian )
-Laksanakan terapi sesuai anjuran ( anti inflamasi, analgesic ).
2.Keletihan berhubungan dengan peningkatan aktivitas penyakit.
Intervensi :
-Memberikan penjelasan mengenai hubungan antara aktivitas penyakit dengan keletihan.
-Menganjurkan teknik relaksasi untuk memudahkan istirahat/tidur ( mandi air hangat sebelum tidur ).
-Menganjurkan tehnik-tehnik untuk menghemat tenaga.
-Menjelaskan pada pasien akan pentingnya istirahat.
-Dorong kepatuhan pasien terhadap program terapi.
-Dorong nutrisi adekuat termasuk sumber zat besi dari makanan dan suplemen.
3.Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan rentang gerak, kelemahan oto, rasa nyeri pada saat bergerak, keterbatasan daya tahan fisik.
Intervensi :
-Dorong verbalisasi yang berkenaan dengan keterbatasan dalam mobilitas.
-Bantu pasien mengenali rintangan dalam lingkungannya.
-Dorong kemandirian dalam mobilitas dan membantu jika diperlukan.
-Berikan waktu untuk istirah setelah melakukan aktivitas.
-Memberikan waktu yang cukup untuk melakukan kegiatan.
4.Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan dan ketergantungan fisik serta psikologis yang diakibatkan penyakit kronik.
Intervensi :
-Bantu pasien mengenali unsur-unsur pengendalian gejala penyakit dan penagganannya.
-Dorong verbalisasi perasaan, persepsi dan rasa takut.
-Membantu menilai situasi sekarang dan mengenali masalahnya.
-Membantu mengenali mekanisme koping pada masa lalu.
-Membantu mengenali koping yang efektif.
5.Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan fungsi barier kulit, penumpukan kompleks imun.
Intervensi :
-Lindungi kulit yang sehat terhadap kemungkinan maserasi.
-Hilangkan kelembaban dari kulit.
-Jaga dengan cermat terhadap resiko terjadinya cedera termal akibat penggunaan kompreshangat yang terlalu panas.
-Nasehati pasien untuk menggunakan kosmetik dan preparat tabir surya.
-Kolaborasi pemberian NSAID dan kortikosteroid.