Menu Bar

Alamat : PERUM METRO GRAHA UB 22 JOMBANG - JAWA TIMUR ( Melayani Home Care - Perawatan Luka Modern )

12/12/2010

ASKEP STRUMA



KONSEP DASAR

A. PENGERTIAN
Struma adalah pembesaran kelenjar gondok yang disebabkan oleh penambahan jaringan kelenjar gondok yang menghasilkan hormon tiroid dalam jumlah banyak sehingga menimbulkan keluhan seperti berdebar - debar, keringat, gemetaran, bicara jadi gagap, mencret, berat badan menurun, mata membesar, penyakit ini dinamakan hipertiroid (graves’ disease).
Struma nodosa non toksik adalah pembesaran kelenjar tyroid yang secara klinik teraba nodul satu atau lebih tanpa disertai tanda-tanda hypertiroidisme.
Struma Diffusa toxica adalah salah satu jenis struma yang disebabkan oleh sekresi hormon-hormon thyroid yang terlalu banyak. Histologik keadaan ini adalah sebagai suatu hipertrofi dan hyperplasi dari parenkhym kelenjar.
Struma endemik adalah pembesaran kelenjar tyroid yang disebabkan oleh asupan mineral yodium yang kurang dalam waktu yang lama.
B. ETIOLOGI
Hyperthyroid disebabkan oleh hypersekresi dari hormon-hormon thyroid tetapi yang mempengaruhi adalah faktor : umur, temperatur, iklim yang berubah, kehamilan, infeksi, kekurangan yodium dan lain-lain.

C. MANIFESTASI KLINIS
Jika struma cukup besar, akan menekan area trakea yang dapat mengakibatkan gangguan pada respirasi dan juga esofhagus tertekan sehingga terjadi gangguan menelan. Peningkatan simaptis seperti ; jantung menjadi berdebar-debar, gelisah, berkeringat, tidak tahan cuaca dingin, diare, gemetar, dan kelelahan.
D.ANATOMI
Kelenjar thyroid terletak di depan trakhea dan di bawah laryng yang terdiri atas dua lobus yang terletak disebelah dan kiri trakhea dan diikat bersama oleh secarik jaringan disebut istmus yang melintasi pada cincin tulang trakhea dua dan tiga.
Struktur thyroid terdiri atas sejumlah besar folikel dilapisi oleh cuboid epitelium membentuk ruang yang disebut koloid yaitu lumen substansi protein.
Regulasi sekresi hormon tyroid dipengaruhi oleh sistim kerja balik antara kelenjar hipofisis atau pituitari lobus anterior dan kelenjar thyroid. Lobus anterior hipofisis mensekresi TSH yang berfungsi meningkatkan iodine, meningkatkan sintesis dan sekresi hormon thyroid, meningkatkan ukuran kelenjar thyroid.
Apabila terjadi penurunan hormon thyroid, hipofisis anterior merangsang peningkatan sekresi TSH dan mempengaruhi kelenjar thyroid untuk meningkatkan sekresi hormon thyroid.
  1. Thyroxine (T4) berfungsi untuk mempertahankan metabolisme tubuh.
  2. Tridothyronin (T3), berfungsi untuk mempercepat metabolisme tubuh.

Fungsi utama kelenjar thyroid adalah memproduksi hormon tiroxin yang berguna untuk mengontrol metabolisme sel. Dalam produksinya sangat erat hubungannya dengan proses sintesa tyroglobulin sebagai matrik hormon, yodium dari luar, thyroid stimuliting hormon dari hipofise.
E . PATOFISIOLOGI
Iodium merupakan semua bahan utama yang dibutuhkan tubuh untuk pembentukan hormon tyroid. Bahan yang mengandung iodium diserap usus, masuk ke dalam sirkulasi darah dan ditangkap paling banyak oleh kelenjar tyroid. Dalam kelenjar, iodium dioksida menjadi bentuk yang aktif yang distimuler oleh Tiroid Stimulating Hormon kemudian disatukan menjadi molekul tiroksin yang terjadi pada fase sel koloid. Senyawa yang terbentuk dalam molekul diyodotironin membentuk tiroksin (T4) dan molekul yoditironin (T3). Tiroksin (T4) menunjukkan pengaturan umpan balik negatif dari sekresi Tiroid Stimulating Hormon dan bekerja langsung pada tirotropihypofisis, sedang tyrodotironin (T3) merupakan hormon metabolik tidak aktif. Beberapa obat dan keadaan dapat mempengaruhi sintesis, pelepasan dan metabolisme tyroid sekaligus menghambat sintesis tiroksin (T4) dan melalui rangsangan umpan balik negatif meningkatkan pelepasan TSH oleh kelenjar hypofisis. Keadaan ini menyebabkan pembesaran kelenjar tyroid.

F. PENATALAKSANAAN
Tujuan pengobatan hypertiroidisme adalah membatasi produksi hormonid yang berlebihan dengan cara menekan produksi (obat antitiroid) ataurusak jaringan tiroid (yodium radioaktif, tirodidektomi sub total).
1.      Obat antitiroid
Digunakan  dengan indikasi:
a. Terapi untuk memperpanjang remisi atau mendapatkan remisi yang
menetap dengan pasien muda dengan struma ringan sampai sedang dan
tirotoksikosis.
b. Obat untuk mengontrol tirotoksikosis pada fase sbelum pengobatan atau
sesudah pengobatan pada pasien yang mendapat yodium radioaktif.
c. Persiapan tiroidektomi.
d. Pada pasien hamil dan usila.
e. Pasien dengan krisis tiroid.
Obat antitiroid yang serig digunakan:
a. Karbimazol.
b. Memtimazol.
c. Propiltiourasil.
Pada wanita hamil tidak dan menyusui diberikan propiltiourasil karena T4
tidak bisa melewati plasenta dan hanya sedikit keluar dari ASI.

2.      Yodium Radioaktif
Terapi struma antara lain dengan penekanan TSH oleh tiroksin, yaitu pengobatan yang akan mengakibatkan penekanan TSH hipofisis, dan penghambatan fungsi tiroid disertai atrofi kelenjar tiroid. Pembedahan dapat dianjurkan untuk struma yang besar untuk menghilangkan gangguan mekanis dan kosmetis yang diakibatkannya. Pada masyarakat tempat struma timbul sebagai akibat kekurangan yodium, garam dapur harus diberi tambahan yodium.
Indikasi pengobatan dengan yodium radioaktif adalah :
a. Pasien umur 25 tahun atau lebih.
b. Hipertiroidisme yang kambuh sesudah operasi.
c. Gagal mencapai remisi sesudah pemberian obat antitiroid.
d. Goiter multinodular toksik adenoma toksik.
          3. Operasi
Indikasi operasi adalah:
a. Pasien usia muda, struma besar dan tidak berespon terhadap obat
antitiroid.
b. Wanita hamil (Trimester II) yang perlu dosis besar obat anti tiroid.
c. Alergi terhadap obat anti tiroid.
d. Adenoma toksik/struma multinodular toksik.
e. Penyakit grave’s yang berhubungan dengan satu atau lebih nodul.
          4. Perawatan
a. Diet tinggi kalori, protein, karbohidrat, vitamin B.
b. Cairan 3 – 4 liter perhari.
c. Tindakan pendinginan seperti selimuti hypertemia.
G. KOMPLIKASI
1. Fibrilasi atrium.
2. Kelainan ventrikel.
3. Hipokalemia.
4. Hiperkalsemia.
5. Nefrokalsirosis.
6. Libido menurun, impoten, jumlah sperma menurun dan ginekosmetika.

Asuhan Keperawatan
  1. Identifikasi klien.
  2. Keluhan utama klien.
Pada klien post operasi thyroidectomy keluhan yang dirasakan pada umumnya adalah nyeri akibat luka operasi.
  1. Riwayat penyakit sekarang
Biasanya didahului oleh adanya pembesaran nodul pada leher yang semakin membesar sehingga mengakibatkan terganggunya pernafasan karena penekanan trakhea eusofagus sehingga perlu dilakukan operasi.
  1. Riwayat penyakit dahulu
Perlu ditanyakan riwayat penyakit dahulu yang berhubungan dengan penyakit gondok, misalnya pernah menderita gondok lebih dari satu kali, tetangga atau penduduk sekitar berpenyakit gondok.
  1. Riwayat kesehatan keluarga
Dimaksudkan barangkali ada anggota keluarga yang menderita sama dengan klien saat ini.
  1. Riwayat psikososial
Akibat dari bekas luka operasi akan meninggalkan bekas atau sikatrik sehingga ada kemungkinan klien merasa malu dengan orang lain.

B. Pemeriksaan Fisik:
a. Kulit
1) Panas, lembab, banyak keringat, halus, licin, mengkilat, kemerahan.
2) Erythema, pigmentasi, mixedema local.
3) Kuku   terjadi onycholosi  terlepas, rusak.
4) Ujung kuku/jari  terjadi  Acrophachy, yaitu perubahan ujung jari
tabuh/Clubbing Finger disebut PLUMER NAIL.
5) Kalau ada  peningkatan suhu lebih dari 37,80
C  indikasi Krisis
Tyroid.
b. Mata (Opthalmoptik)
1) Retraksi kelopak mata atas  mata membelalak/tanda Dalrymple.
2) Proptosis (eksoptalmus), karena jaringan orbita dan otot-otot mata
diinfiltrasi oleh limposit.
3) Iritasi Conjunction dan Hemosis.
4) Lakrimasi.
5) Optalmoplegia.
6) Tanda Jefrey: kulit tidak dapat mengkerut pada waktu kepala sedikit
menunduk dan mata melihat objek yang digerakkan ke atas.
7) Tanda Rosenbach: tremor pada kelopak mata pada waktu mata
menutup.
8) Tanda Stelwag: mata jarang berkedip.
9) Tanda Dalrymple: retraksi kelopak mata bagian atas sehingga
memberi kesan mata membelalak.
10) Tanda Van Graefe: kelopak mata terlambat turun dibanding bola
mata.
11) Tanda Molbius: kelemahan dalam akomodasi/konvergensi mata/
gagal konvergensi.
c. Cardio vaskuler.
1) Peningkatan tekanan darah.
2) Tekanan nadi meningkat.
3) Takhikardia.
4) Aritmia.
5) Berdebar-debar.
6) Gagal jantung.
d. Respirasi
1) Perubahan pola nafas.
2) Dyspnea.
3) Pernafasan dalam.
4) Respirasi rate meningkat.
e. Gastrointestinal.
1) Poliphagia  nafsu makan meningkat.
2) Diare  bising usus hyperaktif.
3) Enek.
4) Berat badan turun.
f. Otot .
1) Kekuatan menurun.
2) Kurus.
3) Atrofi.
4) Tremor.
5) Cepat lelah.
6) Hyperaktif refleks tendon.
g. Sistem persyarafan.
1) Iritabilitas gelisah.
2) Tidak dapat berkonsentrasi.
3) Pelupa.
4) Mudah pindah perhatian.
5) Insomnia.
6) Gemetar.
. Status mental dan emosional.
1) Emosi labil  lekas marah, menangis tanpa sebab.
2) Iritabilitas.
3) Perubahan penampilan.
Status ginjal.
1) Polyuri (banyak dan sering kecing).
2) Polidipsi ( rasa haus berlebihan  banyak minum.
Status Reproduksi.
1) Pada wanita:
a) Hypomenorrhoe.
b) Amenorrhoe.
Karena kelenjar tyroid mempengaruhi LH.
2) Laki-laki:
a) Kehilangan libido.
b) Penurunan potensi.
. Leher.
1) Teraba adanya pembesaran tyroid (goiter).
2) Bruit (+).
Pemeriksaan Diagnostik.
. Serum T3 dan T4 meningkat (Normal: T3: 8 – 16 µg.  T4:  4 – 11 µg)
. TSH seum menurun.
. Tyroid  radio aktif iodine up take (RAIU) meningkat (Normal: 10 – 35 %)
. BMR meningkat.
. PBI meningkat (Normal: 4 µg – 8 µg, hipertyroid > 8 µg, hypertiroid <
µg).

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan
diare, mual, nyeri abdomen dan atau peningkatan BMR ditandai dengan BB
turun, diaporesis.
Tujuan: nutrisi adekuat.
Intervensi:
a. Pantau masukan diet tinggi kalori, tinggi protein, tinggi karbohidrat,
tinggi vitamin B.
b. Tawarkan makanan dalam jumlah kecil tapi sering dan tambahan
diantara waktu makan.
c. Konsulkan pasien untuk makanan yang disukai.
d. Hindari stimulan: kopi, teh, cola, atau makanan yang lain yang
mengandung kafein atau teobromin yang meningkatkan perasaan
kenyang atau peristaltik.
e. Hindari makanan dengan jumlah  yang banyak serat atau makanan yang
banyak mengandung bumbu.
f. Berikan dorongan untuk memperbanyak minum 2 sampai 3 liter setiap
hari; hindari jus yang mungkin dapat menyebabkan diare.
g. Berikan lingkungan dengan pengunjung yang cocok bila pasien
menginginkannya.
h. Timbang pasien setiap hari, pada waktu yang sama dengan timbangan
dan pakaian yang sama.
i. Pantau masukan dan haluaran setiap 8 jam.
j. Kaji efektifitas pengobatan untuk mengatasi mual dan nyeri abdomen.
Hasil yang diharapkan/evaluasi:
Berat badan meningkat sampai batas yang normal bagi pasien: makan diet
yang dianjurkan tanpa menunjukkan ketidaknyamanan abdomen; tidak
mengalami diare; masukan dan haluaran seimbang.

2. Hipertermia yang berhubungan dengan  status hipermetabolik ditandai
dengan panas.
Tujuan: suhu normal 36,50C – 37,50C.
Intervensi;
a. Berikan kompres hangat sesuai kebutuhan .
b. Gunakan pakaian dan linen tempat tidur yang tipis.
c. Pertahankan lingkungan yang sejuk.
d. Kaji efektifitas selimut hipotermia bila dilakukan:
− Lakukan tindakan untuk mencegah kerusakan kulit.
e. Berikan asetaminofen sesuai pesanan (aspirin merupakan kontraindikasi)
f. Tingkatkan masukan cairan sampai 2500 ml/hari.
g. Pantau tanda vital, tingkat kesadaran, haluaran urine setiap 2 sampai 4
jam.
h. Kolaborasikan dengan dokter dalam menggunaakan tindakan
pendinginan tambahan bila keadaannya membutuhkan.
Hasil yang diharapkan/evaluasi:
a. Pasien sadar dan responsif.
b. Tanda-tanda vital dan haluaran urine normal.

3. Intoleran aktifitas yang berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
suplai oksigen dan kebutuhan karena peningkatan kecepatan metabolisme
dan intoleran terhadap panas di tandai dengan kelemahan.
Tujuan: aktifitas dapat dilakukan sesuai toleransi.
Intervensi:
a. Kaji tanda vital dasar dan tingkat aktifitas  sebelumnya.
b. Batasi aktifitas sampai tingkat toleransi pasien dengan  melakukan
pengkajian respons (mis: kaji tanda vital selama melakukan  aktifitas
dan bandingkan dengan tanda vital dasar).
c. Biarkan pasien membuat prioritas dalam perawatan di dalam
keterbatasannya.
d. Berikan jarak waktu antara prosedur untuk memungkinkan waktu
istirahat yang cukup.
e. Berikan peralatan yang dibutuhkan, kebutuhan lain untuk mencegah
penggunaan energi yang berlebihan oleh pasien sebelum aktifitas.
f. Hentikan aktifitas pada awal timbulnya gejala intoleran: dispnea,
takipnea, takikardia, keletihan.
g. Bantu pasien saat melakukan aktifitas yang tidak mampu dilakukan
karena kelemahan atau tremor.
h. Rencanakan aktifitas setiap hari dan pola isitirahat yang dapat
memudahkan peningkatan toleransi untuk perawatan diri.
Hasil yang diharapkan/evaluasi:
a. Menyelesaikan aktifitas yang direncanakan tanpa bukti-bukti intoleran.
b. Meminta bantuan hanya ketika membutuhkan.

4. Perubahan proses pikir yang berhubungan dengan peningkatan rangsangan
sistem saraf simpatis oleh tingginya kadar hormon tiroid ditandai dengan
labil, peka rangsang, gugup.
Tujuan: tidak terjadi perubahan proses pikir.
a. Kaji tingkat kesadaran, orientasi, afek dan persepsi setiap 4 jam sampai
8 jam; laporkan adanya perubahan negatif.
b. Diskusikan perasaan dan respons terhadap situasi dan orang; berikan
penekanan bahwa hal tersebut tepat adanya.
c. Berikan lingkungan yang stabil, tenang, tanpa stress, dan tidak
merangsang.
1) Atasi lingkungan yang terlalu berisik.
2) Konsisten dalam waktu dan saat melakukan prosedur atau aktivitas.
3) Batasi pengunjung sesuai kebutuhan.
4) Hindari pergantian personel yang sering.
5) Cegah situasi yang menimbulkan kemarahan emosional bila
memungkinkan.
d. Rencanakan perawatan bersama pasien; berikan penjelasan yang jelas
dan singkat.
e. Antisipasi kebutuhan akan pencegahan reaksi hiperaktif.
f. Informasikan pasien bahwa aktifitasnya mungkin dibatasi.
g. Ajarkan teknik menurunkan stress dan kaji penggunaannya oleh pasien.
h. Berikan aktifitas yang menghibur dan benda-benda yang  menurunkan
rangsangan; hindari hal-hal yang membutuhkan manipulasi motorik
halus.
i. Orientasikan  kembali pasien pada lingkungan sesuai dengan yang di
butuhkan dan berikan petunjuk yang mengorientasikan (misalnya jam,
kalender,  gambar- gambar yang dikenal pasien dan sebagainya).
j. Pantau terhadap reaksi buruk terhadap pengobatan.
Hasil yang diharapkan:
a. Pasien berorientasi.
b. Berespon sesuai terhadap situasi dan orang.
c. Menggunakan teknik reduksi stress.

DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall, 2000, Diagnosa Keperawatan, Alih Bahasa : Yasmin Asih, Editor : Tim Editor EGC Edisi 26, EGC Jakarta
Prince S.A, Wilson L.M, 2006, Patofisologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Penerbit Buku Kedokteran : EGC, Jakarta
Brunner dan Suddarth, (2001) Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8, volume 2, penerbit EGC.
Guyton, C. Arthur, (1991), Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit, Missisipi; Departemen of Physiology and Biophysis. EGC. Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta.
Junadi, Purnawan,(2000), Kapita Selekta Kedokteran, edisi ke III, penerbit FKUI, Jakarta.
Long, Barbara C, (1996), Keperawatan Medikal Bedah, EGC. Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta.
Tucker, Susan Martin(1998), Standar Perawatan Pasien, Penerbit buku kedokteran, EGC. Jakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar