Menu Bar

Alamat : PERUM METRO GRAHA UB 22 JOMBANG - JAWA TIMUR ( Melayani Home Care - Perawatan Luka Modern )

1/08/2011

ASKEP PENDERITA AIDS



BAB I
PENDAHULUAN


I.I. LATAR BELAKANG
AIDS (Acquired immunodeficiency syndrome) adalah sindrom dengan gejala penyakit infeksi oportunistik atau kanker tertentu akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh oleh infeksi HIV(Human Immunodeficiency Virus).AIDS disebabkan oleh virus yang disebut HIV. Virus ini diketemukan oleh Montagnier, seorang ilmuwan Perancis (Institute Pasteur, Paris 1983), yang mengisolasi virus dari seorang penderita dengan gejala limfadenopati, sehinga pada waktu itu dinamakan Lymphadenopathy Associated Virus (LAV). ( N. Wirya Duarsa, 2005 ).Gallo (National Institute of Health, USA 1984) menemukan virus HTL-III (Human T Lymphotropic Virus) yang juga adalah penyebab AIDS. Pada penelitian lebih lanjut dibuktikan bahwa kedua virus ini sama, sehingga berdasarkan hasil pertemuan International Committee on Taxonomy of Viruses (1986) WHO memberikan nama resmi HIV.
Pada tahun 1986 di Afrika ditemukan virus lain yang dapat pula menyebabkan AIDS, disebut HIV-2, dan berbeda dengan HIV-1 secara genetik maupun antigenik HIV-2 dianggap kurang patogen dibandingkan dengan HIV-1. Untuk memudahkan, kedua virus itu disebut sebagai HIV saja.Virus masuk ke dalam tubuh manusia terutama melalui perantara darah, semen dan sekret vagina. Sebagian besar (75%) penularan terjadi melalui hubungan seksual ( N. Wirya Duarsa, 2005 ).
HIV tergolong retrovirus yang mempunyai materi genetik RNA. Bilamana virus masuk ke dalam tubuh penderita (sel hospes), maka RNA virus diubah menjadi DNA oleh ensim reverseranscryptase yang dimiliki oleh HIV. DNA pro-virus tersebut kemudian diintegrasikan ke dalam sel hospes dan selanjutnya dirogramkan untuk membentuk gen virus. HIV cenderung menyerang jenis sel tertentu, yaitu sel-sel yang  mempunyai antigen permukaan CD4, terutama sekali limfosit T4 yang memegang peranan penting dalam mengatur dan mempertahankan kekebalan tubuh. Selain limfosit T4, virus juga dapat menginfeksi sel monosit clan makrofag, sel Langerhans pada kulit, NZI dendrit folikuler pada kelenjar limfe, makrofag pada alveoli paru. sel retina, sel serviks uteri dan sel-sel mikroglia otak. Virus yang masuk ke dalam limfosit T4 selanjutnya mengadakan replikasi sehingga menjadi banyak dan akhimya menghancurkan sel limfosit itu sendiri.
HIV juga mempunyai sejumlah gen yang dapat mengatur replikasi maupun pertumbuhan virus yang baru. Salah satu gen tersebut dapat mempercepat replikasi virus sedemikian hebatnya sehingga terjadi penghancuran limfosit T4 secara besar-besaran akhirnya menyebabkan system kekebalan tubuh menjadi lumpuh. Kelumpuhan sistem kekebalan tubuh ini mengakibatkan timbulnya berbagai infeksi oportunistik dan keganasan yang merupakan gejala- gejala klinisAIDS
Infeksi HIV memberikan gambaran klinik yang tidak spesifik . dengan spektrum, yang lebar, mulai dari infeksi tanpa gejala asimtomatik pada stadium awal sampai pada gejala-gejala yang  pada stadium yang lebih lanjut. Perjalanan penyakit lambat dan gejala-gejala AIDS rata-rata baru timbul. 10 tahun sesudah infeksi, bahkan dapat lebih lama
Faktor-faktor yang mempengaruhi berkembangnya infeksi HIV menjadi AIDS belum diketahui jelas. Diperkirakan infeksi HIV yang berulang-ulang dan pemaparan terhadap infeksi-infeksi lain mempengaruhi perkembangan kearah AIDS. Menurunnya hitungan CD4 dibawah 200/ml menunjukkan perkembangan yang semakin buruk. Keadaan yang memburuk juga ditunjukkan oleh peningkatan B2 mikro globulin, p24 (antibodi terhadap, protein care) dan juga peningkatan IgA.
Infeksi HIV dan AIDS pertama kali dilaporkan di Amerika pada tahun      1981 pada orang dewasa homoseksual, sedangkan pada anak tahun 1983. Enam     tahun kemudian (1989), AIDS sudah merupakan penyakit yang mengancam kesehatan anak di Amerika. Di seluruh dunia, AIDS menyebabkan kematian pada   lebih dari 8,000 orang setiap hari saat ini, yang berarti 1 orang setiap 10 detik. Karena itu infeksi HIV dianggap sebagai penyebab kematian tertinggi akibat satu   jenis agen infeksius. Sejak dimulainya epidemi HIV, AIDS telah mematikan lebih dari 25 juta orang; lebih dari 14 juta anak kehilangan salah satu atau kedua orang tuanya akibat AIDS. Setiap tahun diperkirakan 3 juta orang meninggal karena AIDS; 500,000  diantaranya adalah anak di bawah umur 15 tahun. Setiap tahun pula terjadi infeksi baru pada 5 juta orang terutama di negara terbelakang dan berkembang; 700,000 diantaranya terjadi pada anak-anak. Dengan angka transmisi sebesar ini maka dari 37.8 juta orang pengidap infeksi HIV/AIDS pada tahun 2005, terdapat 2.1 juta anak-anak di bawah 15 tahun.
Penderita HIV di Indonesia meningkat semakin pesat. Bahkan ditengarai di Indonesia termasuk dengan laju pertumbuhan penderita kasus HIV AIDS yang tercepat di Asia. Dalam setahun diperkirakan terjadi 1 juta kasus baru HIV di Indonesia. Tragisnya 92% di antaranya adalah usia produktif termasuk anak dan remaja. Sampai bulan September 2009 DEPKES telah melaporkan jumlah penderita AIDS pada anak dibawah 15 tahun telah mencapai 464 anak.
Penderita HIV/AIDS pada bayi dan anak kian meningkat pesat. Bertambahnya prevalensi ini diduga mudahnya jalur penularan: selama kehamilan, persalinan atau selama menyusui. Odha yang tidak mendapat terapi ARV berisiko 15 – 45 persen anaknya tertular. Angka tersebut bisa ditekan dengan penggunaan ARV selama kehamilan, metode persalinan operasi sectio cesarean dan pemberian makanan pengganti ASI pada bayi baru lahir. Sementara diketahui bahwa risiko penularan HIV lewat ASI mencapai 5 – 20 persen.
Meski kerap disebut kota santri, namun jumlah penderita AIDS di Kabupaten Jombang cukup mencengangkan. dalam rentang 2010 ini, jumlah penderita HIV/AIDS mencapai 197 orang Jumlah itu secara otomatis menempatkan Jombang di peringkat tiga jumlah penderita AIDS se Jawa Timur setelah Surabaya dan Malang.Ironisnya lagi, sejumlah penderita mengaku belum mendapatkan fasilitas kesehatan berupa Jamkesda (Jaminan Kesehatan Masyarakat Daerah). Jombang berada diperingkat k-3.                           (beritajatim.com,14/07/2010)
I.2  Tujuan
I.2.1 Tujuan Umum
Mempelajari tentang penyakit AIDS dan penyebaran serta Penanganannya 1.2.2  Tujuan Khusus
Mampu mengenal tentang penyakit AIDS dan cara penanganan secara  medis dan asuhan keperawatannya









BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1. Pengertian
Disebabkan oleh Human immunodeficiency virus (HIV), ditandai dgn berbagai gejala klinik, termasuk immunodefisiensi berat disertai infeksi oportunistik dan keganasan dan degerasi susunan saraf pusat.
Virus HIV menginfeksi berbagai jenis sel system imun termasuk sel-T, macrofag dan seldendritik.
2.2. Etiologi
  1. Human immunodefisiensi virus (HIV).
  2. Virus RNA.
2.3. Diagnosis AIDS  
bila seseorang mengalami infeksi oportunistik, dimana menunjukkan adanya immunodefisiency (Sel-T 200/mm3) dan menunjukkan adanya antibody yang positif terhadap HIV Sering berhubungan dengan :
  • Dementia yang progresif
  • Wasting syndrome
  • Kanker
2.4. Gejala
A. Gejala Mayor :
·         BB menurun atau gagal tubuh,
·          Diare > 1 bulan(kronis/berulang).
·         Demam > 1bulan (kronis/berulang),
·         Infeksi sal.nafas bawah yang parah atau menetap.
B. Gejala Minor :
·         Lymfadenopati generalisata atau hepatosplenomegali.
·         Kandidiasis oral.
·         Infeksi THT yang berulang.
·         Batuk kronis,
·         Dermatitis generalisata,
·         Encefalitis
2.5. Insiden :
  • Kecenderungan berkembang pada masa datang
  • Terjadinya mutasi sel yang dipengaruhi oleh virus
  • Mulai berkembang pada tahun 1981
  • Dilaporkan → AS 1994 terdapat 270.870 kematian dewasa, remaja dan anak-anak.
  • Angka kematian meningkat sangat tinggi
  • 90 % mengalami kondisi penyakit semakin berat dan meninggal dalam 4 tahun setelah didiagnosa AIDS
  • insiden infeksi meningkat tajam pada wanita
2.6. Faktor resiko :
  • Pria dengan homoseksual
  • Pria dengan biseksual
  • Pengguna IV drug
  • Transfusi darah
  • Pasangan heteroseksual dengan pasien infeksi HIV
  • Anak yang lahir dengan ibu yang terinfeksi
Diketahui bahwa virus dibawa dalam limfosit yang terdapat pada sperma  memasuki tubuh melalui mucosa yang rusak, melalui ASI, kerusakan permukaan kulit.Ditularkan dari orang ke orang melalui pertukaran cairan tubuh, termasuk darah, semen, cairan vagina dan air susu ibu.
2.7. Pathofisiologi:
Menginfeksi limfosit T4 dan monosit. Partikel-2 HIV bebas yang dilepas dari sel yang terinfeksi dapat berikatan dengan sel lain yang tidak terinfeksi.
Segera setelah masuk kedalam sel, enzim dalam kompleks nukleoprotein menjadi aktif dan dimulailah siklus reproduksi.Limfosit T, monosit/makrofag adalah sel pertama yang terinfeksi.Besar kemungkinan bahwa sel dendritik berperan dalam penyebabaran HIV dalam jaringan limfoid, fungsi sel dendritik menangkap antigen dalam epitel lalu masuk melalui kontak antar sel.Dalam beberapa hari jumlah virus dalam kelenjar berlipat ganda dan mengakibatkan viremia. Pada saat itu jumlah virus dalam darah,  infeksi akut.Viremia menyebabkan virus menyebar diseluruh tubuh dan menginfeksi sel T, monosit maupun makrofag dlm jaringan limfoid perifer.Sistem immun spesifik akan berupaya mengendalikan infeksi    yang nampak dari menurunnya kadar viremia.Setelah infeksi akut, berlangsung fase kedua dimana kelenjar getah bening dan limfa merupakan tempat replikasi virus dan dekstruksi jaringan secara terus menerus,  fase laten.Destruksi sel T dlm jaringan limfoid terus berlangsung sehingga jumlah sel T makin lama makin menurun (jumlah sel T dalam jaringan limfoid 90 % dari jumlah sel T diseluruh tubuh)Selama masa kronik progresif,merespon imun terhadap infeksi lain akan meransang produksi HIV  dan mempercepat dekstruksi sel T, selanjutnya penyakit bertambah progresif dan mencapai fase letal yang disebut AIDS.
  • Viremis meningkat drastis karena karena replikasi virus di bagian lain dalam tubuh meningkat,  pasien menderita infeksi oportunistik, cacheksia, keganasan dan degenerasi susunan saraf pusat.
  • Kehilangan limfosit Th menyebabkan pasien peka terhadap berbagai jenis infeksi dan menunjukkan respon immune yang inefektif terhadap virus onkogenik.Masa inkubasi diperkirakan bervariasi 2 – 5 tahun
2.8. Patway
Infeksi Virus HIV

DNA Sel Lymfosit Th

Kwalitas dan jumlah Th

Gangguan fungsi makrofag dan regulator sistem kekebalan

Resiko kanker/keganasan                    Resiko Infeksi kuman dan opportunis

        MASALAH  KEPERAWATAN

2.9. Manifestasi Klinis :
  • Manifestasi klinis AIDS menyebar luas dan pada dasarnya mengenai setiap sistem organ.
  • Pneumonia disebabkan oleh protozoa pneumocystis carini (paling sering ditemukan pada AIDS) sangat jarang mempengaruhi orang sehat. Gejala: sesak nafas, batuk-batuk, nyeri dada, demam  tidak teratasi dapat gagal nafas (hipoksemia berat, sianosis, takipnea dan perubahan status mental).
  • Gagal nafas dapat terjadi 2 – 3 hari
  • Tbc
  • Nafsu makan menurun, mual, muntah
  • Diare merupakan masalah pada klien AIDS  50% – 90%
  • Kandidiasis oral  infeksi jamur
  • Bercak putih dalam rongga mulut  tidak diobati dapat ke esophagus dan lambung.
  • Wasthing syndrome  penurunan BB/ kaheksia (malnutrisi akibat penyakit kronis, diare, anoreksia, amlabsorbsi gastrointestinal)
  • Kanker : klien AIDS insiden lebih tinggi  mungkin adanya stimulasi HIV terhadap sel-2 kanker yang sedang tumbuh atau berkaitan dengan defesiensi kekebalan   mengubah sel yang rentang menjadi sel maligna.
  • Sarcoma kaposis  kelainan maligna berhubungan dgn HIV (paling sering ditemukan)  penyakit yang melibatkan endotel pembuluh darah  dan linfe. Secara khas ditemukan sebagai lesi pada kulit sebagian tungkai terutama pada pria. Ini berjalan lambat dan sudah diobati. Lokasi dan ukuran lesi dapat menyebabkan statis aliran  vena, limfedema serta rasa nyeri. Lesi ulserasi akan merusak intergritas kulit dan meningkatkan ketidak nyamanan serta kerentanan thdp infeksi.
  • Diperkirakan 80 % klien AIDS mengalami kelainan neurologis  gangguan pada saraf pusat, perifer dan otonom. Respon umum pada sistem saraf pusat mencakup inflamasi, atropi, demielinisasi, degenerasi dan nekrosis.
  • Herpes zoster  pembentukan vesikel yang nyeri pd kulit.
  • Dermatitis seboroik ruam yang difus, bersisik yang mengenai kulit kepala dan wajah.
CDC (Centers for Disease Control, USA 1986) menetapkan klasifikasi infeksi HIV pada orang dewasa sebagai berikut :
Ø  Kelompok I : Infeksi akut
Ø  Kelompok II : Infeksi asimtomatis
Ø  Kelompok III : Limfadenopati Generalisata Persisten (LGP)
Ø  Kelompok IV : Penyakit-penyakit lain
·         IVa : Penyakit konstitusi (panas, diare, kehilangan BB)
·         IVb : Penyakit-penyakit neurologic (ensefalitis, demensia)
·         IVc: Penyakit-penyakit infeksi sekunder 
        (Pneumocystiscarinii, Cytomegalo, virus)
·         IVd : Kanker sekunder (sarkoma Kaposi, limfoma non- Hodgkin)
Untuk kepentingan klinis, khususnya berkaitan dengan inisiatif pengobatan dan memperkirakan prognosis, klasifikasi yang lebih memadai ialah dengan memakai hitungan sel CD4 karena perkembangan jumlah sel CD4 dalam darah sangat berkaitan dengan status imunitas penderita.
Gambaran klinis yang sesuai dengan perjalanan penyakit dan lebih bermanfaat bagi kepentingan klinik diuraikan dalam face-face berikut:
Ø  Infeksi Akut: CD4: 750-1000
Gejala infeksi akut biasanya timbul sesudah masa inkubasi selama 1-3 bulan. Gejala yang timbul umumnya seperti influenza (flu-like syndrome; demam, artralgia, malaise, anoreksia), gejala kulit (bercak bercak merah, urtikaria), gejala syaraf (sakit kepala, nyeri retrobulber, radikulopati, gangguan kognitif dan afektif), gangguan gastrointestinal (nausea, vomitus, diare, kandidiasis orofaringis). PadaGejala tersebut di atas, merupakan reaksi tubuh terhadap masuknya virus dan berlangsung kira-kira 1-2 minggu. Serokonversi terjadi pada fase ini dan antibodi virus mulai dapat dideteksi kira-kira 3-6 bulan sesudah infeksi.
Hampir semua kasus infeksi HIV mengalami gejala klinis tersebut dan nampaknya perlu dipahami untuk menegakkan diagnosis dini dan mengambil langkah-langkah selanjutnya. Pertanyaan “Apakah bukan AIDS” pada keadaan seperti itu, meningkatkan penemuan infeksi HIV secara dini.
Ø  Infeksi kronis asimtomatik: CD4 > 500/ml
Setelah infeksi akut berlalu maka selama bertahun-tahun kemudian, umumnya sekitar 5 tahun, keadaan penderita tampak baik saja, meskipun sebenarnya terjadi replikasi virus secara lambat di dalam tubuh.  Beberapa penderita mengalami pembengkakan kelenjar limfe menyeluruh, disebut limfadenopati generalisata persisten(LGP), meskipun ini bukanlah hal yang bersifat prognostik dan tidak berpengaruh bagi hidup penderita.Saat ini sudah mulai terjadi penurunan jumlah sel CD4 sebagai petunjuk menurunnya kekebalan tubuh penderita, tetapi masih berada pada tingkat 500/ml. Pada fase ini secara sporadis muncul penyakit-penyakit autoimun misalnyaidiopathic thrombocytopenia (ITP). Juga sindrom Guillain-Barre akut, mononeuritis multipleks atau poliomielitis idiopatik dapat muncul.
Ø  Infeksi kronis simtomatik
Fase ini dimulai rata-rata sesudah 5 tahun terkena infeksi HIV. Berbagai gejala penyakit ringan atau lebih berat timbul pada fase ini, tergantung pada tingkat imunitas penderita.
Ø  Penurunan imunitas sedang: CD4 200-500
Pada awal sub-fase ini timbul penyakit-penyakit yang lebih ringan misalnya reaktivasi dari herpes zoster atau herpes simpleks, namun dapat sembuh spontan atau hanya dengan pengobatan biasa. Penyakit kulit seperti dermatitis seboroik, veruka vulgaris, moluskum kontangiosum atau kandidiasis oral sering timbul. Keganasan juga dapat timbul pada fase yang lebih lanjut dari sub-fase ini dan dapat berlanjut ke sub fase berikutnya (sub-fase B), demikian juga yang disebutAIDS Related Complex (ARC). Keadaan yang disebut AIDS (CDC, revisi 1993) dapat terjadi pada sub-fase ini; misalnya bila sudah ditemukan sarkoma kaposi, limfoma non-Hodgkin dan lainnya. ARC (AIDS Related Complex) adalah keadaan yang ditandai oleh paling sedikit dua gejala dari gejala-gejala berikut: 14 , 21 Demam yang berlangsung > 3 bulan Penurunan berat badan > 10% Limfadenopati berlangsng > 3 bulan Diare, Kelelahan dan keringat malam; dengan ditambah paling sedikit 2. kelainan laboratorium berikut:, T4 < 400/ml Ratio T4/T8 < 1.0 Leukotrombositopenia clan anemi Peningkatakan serum imunoglobulin Penurunan blastogenesis sel limfosit Tes kulit anergi dikit dua gejala dari gejala-gejala berikut: Demam yang berlangsung > 3 bulan Penurunan berat badan > 10% Limfadenopati berlangsng > 3 bulan Diare, Kelelahan dan keringat malam; dengan ditambah paling sedikit 2. kelainan laboratorium berikut:, T4 < 400/ml Ratio T4/T8 < 1.0 Leukotrombositopenia dan anemia. Peningkatakan serum imunoglobulin penurunan blastogenesis sel limfosit tes kulit anergi
Ø  Penurunan imunitas berat: CD4 < 200
Pada sub fase ini terjadi infeksi oportunistik berat yang sering mengancam jiwa penderita, seperti Pneumocystitis carinii (PCP), toksoplasma, Cyplococcosis, tuberkulosa, Cytomegalo virus (CMV) dan lainnya. Keganasan jugs timbul pada sub fase ini meskipun sering pada fase yang lebih awal. Viremia terjadi untuk kedua kalinya dan boleh dikatakan tubuh sudah dalam keadaan kehilangan kekebalanny
2.10.Pemeriksaan diagnostic :
  • Serologis : skrining HIV dengan ELISA, Tes western blot, limfosit T
  • Pemriksaan darah rutin
  • Pemeriksaan neurologist
  • Tes fungsi paru, broskoscopi
2.11. Penatalaksanaan:
  • Belum ada penyembuhan bagi AIDS, sehingga pencegahan infeksi HIV perlu dilakukan. Pencegahan berarti tdk kontak dgn cairan tubuh yang tercemar HIV.
  • Pengobatan pd infeksi umum
  • Penatalaksanaan diare
  • Penatalaksanaan nutrisi yang adekuat
  • Penanganan keganasan
  • Terapi antiretrovirus
  • Terapi alternative : terapi spiritual, terapi nutrisi, terapi obat tradisional, terapi tenaga fisik dan akupungtur, yoga, terapi massage, terapi sentuhan
BAB III
KONSEP KEPERAWATAN

3.1.PENGKAJIAN
   1. Aktifitas /istirahat :
  • Mudah lelah, berkurangnya tolerangsi terhdp aktifitas, kelelahan yang progresif
  • Kelemahan otot, menurunnya massa otot, respon fisiologi terhdp aktifitas
   2. Sirkulasi
  • Proses penyembuhan lika yang lambat, perdarahan lama bila cedera
  • takikardia, perubahan tekanan darah postural, volume nadi periver menurun, pengisian kapiler memanjang
   3. Integritas ego
  • Faktor stress yang berhubungan dgn kehilangan: dukungan keluarga, hubungan dgn org lain, pengahsilan dan gaya hidup tertentu
  • Menguatirkan penampilan: alopesia, lesi , cacat, menurunnya berat badan
  • Merasa tdk berdaya, putus asa, rsa bersalah, kehilangan control diri, dan depresi
  • Mengingkari, cemas, depresi, takut, menarik diri, marah, menangis, kontak mata kurang
3.      Eliminasi.
  • Diare, nyeri pinggul, rasa terbakar saat berkemih
  • Faeces encer disertai mucus atau darah
  • Nyerio tekan abdominal, lesi pada rectal, perubahan dlm jumlah warna urin.
4.      Makanan/cairan :
  • Tidak ada nafsu makan, mual, muntah
  • Penurunan BB yang cepat
  • Bising usus yang hiperaktif
  • Turgor kulit jelek, lesi pada rongga mulut, adanya selaput putih/perubahan warna mucosa mulut
  • Adanya gigi yang tanggal. Edema
5.      Hygiene
  • Tidak dapat menyelesaikan ADL, memepeliahtkan penampilan yang tdk rapi.
6.      Neurosensorik
  • Pusing,sakit kepala.
  • Perubahan status mental, kerusakan mental, kerusakan sensasi
  • Kelemahan  otot, tremor, penurunan visus.
  • Bebal,kesemutan pada ekstrimitas.
  • Gayaberjalan ataksia.
7.      Nyeri/kenyamanan
  • Nyeri umum/local, sakit, rasaterbakar pada kaki.
  • Sakit kepala, nyeri dada pleuritis.
  • Pembengkakan pada sendi, nyeri kelenjar, nyeri tekan, penurunan ROM, pincang.
8.      Pernapasan
  • Terjadi ISPA, napas pendek yang progresif, batuk produktif/non,
sesak pada dada, takipnou, bunyi napas tambahan, sputum kuning.
9.      Keamanan
  • Riwayat jatuh, terbakar, pingsan, lauka lambat proses penyembuhan
  • Demam berulang
10.  Seksualitas
  • Riwayat perilaku seksual resiko tinggi, penurunan libido, penggunaan kondom yang tdk konsisten, lesi pd genitalia, keputihan.
11.  Interaksi social
  • Isolasi, kesepian,, perubahan interaksi keluarga, aktifitas yang tdk terorganisir
3.2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
  1. Resiko terjadinya infeksi b/d depresi system imun, aktifitas     yang tdk terorganisir
  2. Defisit volume cairan tubuh b/d diare berat, status hipermetabolik.
  3. Nutrisi kurang dari kebutuhan b.d hambatan asupan makanan (muntah/mual), gangguan intestinal, hipermetabolik.
  4. Pola nafas tidak efektif b/d penurunan ekspansi paru, melemahnya otot pernafasan.
3.4. INTERVENSI
Ø  Dx 1: Resiko terjadinya infeksi b/d depresi system imun, aktifitas     yang tdk terorganisir
Tujuan :
Klien akan menunjukkan tanpa adanya tanda-tanda infeksi (tdk ada demam, sekresi tdk purulent)
Tindakan :
1.      Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dgn pasin
R/. Resiko cros infeksi dapat melalui prosedur yang dilakukan
2.      Ciptakan lingkungan yang bersih dan ventilasi yang cukup
R/. Lingkungan yang kotor akan mneingkatkan pertumbuhan kuman   pathogen
3.      Informasikan perlunya tindakan isolasi
R/. Penurunan daya tahan tubuh memudahkan berkembangbiaknya kuman pathogen. Tindakan isolasi sebagai upaya menjauhkan dari kontak langsung dgn kuman pathogen
4.      Kaji tanda-tanda vital termasuk suhu badan.
R/. Peningkatan suhu badan menunjukkan adanya infeksi sekunder.
5.      Kaji frekwensi nafas, bunyi nafas, batuk dan karakterostik sputum.
6.      Observasi kulit/membrane mucosa kemungkinan adanya lesi/perubahan warna
7.      bersihkan kuku setiap hari
R/ Luka akibat garukan memudahkan timbul infeksi luka
8.      Perhatikan adanya tanda-tanda adanya inflamasi
R/ Panas kemerahan pembengkakan merupakan tanda adanya infeksi
9.      Awasi penggunaan jarum suntik dan mata pisau secara ketat dengan menggunakan wadah tersendiri.
R/ Tindakan prosuder dapat menyebabkan perlukaan pada permukaan kulit.
Ø  Dx 2 : Defisit volume cairan tubuh b/d diare berat, status hipermetabolik.
Tujuan : Klien akan mempertahankan tingkat hidrasi yang adekuat
Tindakan :
1.      Pantau tanda-tanda vital termasuk CVP bila terpasang.
R/ denyut nadi/HR meningkat, suhu tubuh menurun, TD menurun menunjukkan adanya dehidrasi.
2.      Catat peningkatan suhu dan lamanya, berikan kmpres hangat, pertahankan pakaian tetap kering, kenyamanan suhu lingkungan.
R/ Suhu badan meningkat menunjukkan adanya hipermetabolisme.
3.      Kaji turgor kulit, membrane mukosa dan rasa haus.
4.      Timbang BB setiap hari
R/. penurunan BB menunjukkan pengurangan volume cairan tubuh.
5.      Catat pemasukan cairan mll oral sedikitnya 2500 ml/hr.
R/Mempertahankan keseimbangan, mengurangi rasa haus  dan melembabkan membrane mucosa.
6.      Berikan maknan yang mudah dicerna dan tdk merangsang
Peningkatan peristaltic menyebabkan penyerapan cairan      pd dinding usus akan kurang.
Ø  Dx 3. Nutrisi kurang dari kebutuhan b.d hambatan asupan makanan (muntah/mual), gangguan intestinal, hipermetabolik.
Tujuan: klien akan menunjukkan peningkatan BB ideal.
Tindakan:
1.      Kaji kemampuan mengunyah, merasakan dan menelan.
Lesi pada mulut, esophagus dpt menyebabkan disfagia
2.      auskultasi bising usus
Hipermetabolisme saluran gastrointestinal akan menurunkan tingkat penyerapan usus.
3.      timbang BB setiap hari
R/BB sebagai indicator kebutuhan nutrisi yang adekuat
                 4.    hindari adanya stimulus leingkungan yang berlebihan.
     5.    berikan perawatan mulut, awasi tindakan pencegahan sekresi.
     6.    Hindari obat kumur yang mengandung alcohol.
R/Pengeringan mucosa, lesi pd mulut dan bau mulut akan menurunkan nafsu makan.
7.      Rencanakan makan bersama keluarga/org terdekat.
8.      Barikan makan  sesuai keinginannya (bila tdk ada kontraindidkasi)
   9.   sajikan makanan yang hangat dan berikan dalam volume sedikit
     10.  dorong klien untuk duduk saat makan.
Ø  Dx. 4. Pola nafas tidak efektif b/d penurunan ekspansi paru, melemahnya otot pernafasan.
Tujuan: klien akan mmempertahankan pola nafas yang efektif
Tindakan:
1.      auskultasi bunyi nafas tambahan
R/bunyi nafas tambahan menunjukkan adanya infeksi jalan nafas/peningkatan sekresi.
2.      catat kemungkinan adanya sianosis, perubahan frekwensi nafas dan penggunaan otot asesoris.
3.      berikan posisi semi fowler
4.      lakukan section bila terjadi retensi sekresi jalan nafas

3.5 EVALUASI
  1. Klien akan menunjukkan tanpa adanya tanda-tanda infeksi (tdk ada demam, sekresi tdk purulent)
  2. Klien akan mempertahankan tingkat hidrasi yang adekuat
  3. Klien akan menunjukkan peningkatan BB ideal.
  4. Klien akan mmempertahankan pola nafas yang efektif
DAFTAR PUSTAKA

Ø  UNICEF Unite for Children, Unite against AIDS. Children and AIDS: The fourth stocktaking report, November 2009.
Ø  Harry Kurniawan (PKBI) dalam Diskusi Tematik mengenai kesehatan reproduksi (pasal 12) CEDAW, yang diselenggarakan oleh CEDAW Working Group Initiative (CWGI), Wisma PKBI, 27 Mei 2010.
Ø  Bruner, Suddarth. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Volume 3. Jakarta : EGC. 2002
Ø  Jombang (beritajatim.com) 14/7/2010